TEMPO.CO, Jakarta - Peragaan busana di Hotel Ritz-Carlton, Jakarta, beberapa waktu lalu menjadi titik balik perjalanan karier Feby Haniv. Sejak 2009, desainer ini berkonsentrasi di lini busana perempuan lewat label Feby Haniv Couture. Kini, lewat F.H. Pour Homme, dia berkreasi di setelan jas dan blazer pria. "Show ini penanda saya tidak akan mengerjakan lini busana perempuan lagi," katanya kepada Tempo.
Dalam peragaan itu, Feby menggelar 16 potong jas dan empat blazer. Dia mengadopsi gaya Gothic. Selain mengusung warna tradisional, seperti hitam, abu-abu, dan biru dongker, ada setelan bernuansa hijau dan merah. Sesekali, permainan pola muncul untuk memperkaya motif agar tak melulu polos. Penekanan gaya Victoria terlihat dari bahan-bahan satin dengan potongan klasik yang lurus dan kelim pas badan. "Saya pakai satin damask supaya lebih elegan," ucapnya.
Baca Juga:
Feby sengaja tidak banyak bereksperimen dengan potongan. Alasannya, agar karyanya dapat dipakai untuk segala usia. "Kalau potongannya dibuat keluar dari pakemnya, kurang cocok untuk klien yang sudah berumur," tuturnya.
Perempuan lulusan Sekolah Mode Esmod Jakarta ini memberi tajuk "Vanitas Mansion" untuk peluncuran F.H. Pour Homme. Vanitas merupakan simbol karya seni abad ke-16 yang lekat dengan sisi gelap dan kematian. Feby memang tergila-gila dengan dark side. Dia merupakan penggemar film horor yang berdarah-darah. Lakon semacam Jason Voorhees dalam Friday the 13th dan Freddy Krueger-nya A Nightmare on Elm Street menjadi idolanya. Cocok untuk dikawinkan dengan gaya Gothic-Victoria.
Pergelarannya pun dikemas dengan nuansa kelam. Panggung serba hitam yang bertaburan peragawan berekspresi muram menambah pekat kegelapan peragaan tersebut.
Sebagai pemain baru di busana pria, Feby tampak masih meraba-raba segmennya. Dari busana yang dipamerkan, kesan Gothic-Victoria yang dia usung tampil kurang gereget. Meski demikian, keberaniannya nyemplung ke lini busana ini patut diapresiasi. Sebab, hanya sedikit perancang yang bersedia nyemplung di bidang ini.
Feby tertarik menggeluti lini busana pria karena menyukai laki-laki yang bisa dress-up. Dia juga menyukai potongan-potongan maskulin. Ditambah, keinginan menghidupkan kembali ritual memesan jas atau blazer. Sebab, menurut Feby, jas yang pas dan sempurna di badan tidak akan didapatkan dengan membeli pakaian siap pakai, meski ada ukuran S sampai XL. "Setelan yang tepat akan menguatkan karakter pemiliknya," kata lulusan Melbourne School of Fashion ini.
Satu lagi keasyikan merancang busana pria, yakni tak sesulit merancang pakaian perempuan. "Karena lebih simpel. Beda dengan perempuan yang punya banyak sekali varian gaya," kata Feby. Untuk mengerjakan sederet koleksi Vanitas Mansion, dia hanya butuh tiga pekan. Namun sedikit catatan, pengerjaan yang sangat ngebut itu menyebabkan benang-benang halus menjuntai keluar dari kelim. Hal ini seharusnya dapat diantisipasi sebelum show bergulir.
KORAN TEMPO | DINI PRAMITA
Berita lainnya:
5 Tanda Pasangan Pandai Atur Keuangan
Menakar Waktu yang Tepat untuk Punya Anak Lagi
Tip Memfoto Makanan Agar Terlihat Cantik