TEMPO.CO, Kupang - Werni M. Sinlae hampir dipecat dari tempat dia mengajar, yakni Sekolah Dasar Negeri Daepapan, di Rote Ndao, Nusa Tenggara Timur. Ancaman pemecatan itu datang langsung dari kepala sekolah. Alasannya, wanita 31 tahun ini gencar mengajarkan kejujuran kepada muridnya, karena Werni selalu mengingatkan para murid agar tidak melihat bocoran kunci jawaban saat ujian nasional.
Dihadang ancaman pemecatan, Werni tak gentar. Ia malah menjawab tantangan itu dengan mengajukan pengunduran diri dari posisinya sebagai guru honorer. Dirinya merasa tidak sejalan dengan “kebiasaan” melihat kunci jawaban itu. “Kepala sekolah kaget dan tak jadi memecat saya,” kata wanita kelahiran 23 Maret 1985 ini saat dihubungi Tempo.
Keributan terjadi pada 2012 saat Werni meminta para muridnya jujur saat ujian nasional. Alasannya cuma satu, Werni tidak ingin anak didiknya mengalami hal serupa dengan yang ia alami, yaitu ketergantungan pada sontekan.
Sejak SD hingga SMP, Werni selalu mendapatkan kunci jawaban dari guru. Kebiasaan itu membuatnya tidak mempersiapkan diri belajar untuk ujian.
Werni akhirnya mendapat pelajaran dari kebiasaan buruk tersebut. Suatu ketika, saat sedang ujian, di tiga menit terakhir, dia belum mengisi 50 soal ujian. “Saya menunggu jawaban dari guru,” katanya.
Namun bocoran kunci jawaban yang ditunggu tak kunjung datang hingga waktu ujian habis. Hasilnya, Werni tidak lulus ujian. Pengalaman itu memotivasinya untuk mengajarkan kepada anak-anak didiknya agar tidak menyontek. “Kejujuran dan belajar itu merupakan bibit. Ditanam, dirawat, agar hasilnya maksimal.”
HUSSEIN ABRI | MAJALAH TEMPO Edisi 18 April 2016