Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Lovi, Penyakit Mata Penghapus Penglihatan

image-gnews
Anak penyandang low vision membaca teks pada layar dengan magnifier saat peresmian Low Vision Center, Bandung, 22 April 2016. Low Vision Center digagas oleh Syamsi Dhuha untuk terus menebar kebermanfaatan. TEMPO/Prima Mulia
Anak penyandang low vision membaca teks pada layar dengan magnifier saat peresmian Low Vision Center, Bandung, 22 April 2016. Low Vision Center digagas oleh Syamsi Dhuha untuk terus menebar kebermanfaatan. TEMPO/Prima Mulia
Iklan

TEMPO.CO, Bandung - Namanya cantik, “Lovi”. Namun, penyakit dengan sebutan lengkap low vision itu sungguh mengerikan. Penderitanya mengalami kerabunan penglihatan atau menderita bintik-bintik kebutaan. Menyerang tanpa memandang umur, low vision bisa dialami sejak bayi lahir hingga usia tua. Lovi tidak dapat disembuhkan baik via kacamata dan lensa kontak, obat, maupun operasi.

Untungnya, ada sekelompok orang yang berkomitmen menyokong penderita lovi. Misalnya, Syamsi Dhuha Foundation di Bandung. Yayasan yang berdiri pada 2003 ini menyediakan alat bantu penglihatan. Saat ditemui Tempo di Low Vision Center di kantor Syamsi Dhuha, di Jalan Dago, Bandung, akhir pekan lalu, Gerry Akbar, 16 tahun, sedang menjajal teropong kecil di mata kirinya. Pelajar Sekolah Menengah Atas Negeri 54 Jatinegara, Jakarta Timur, itu membidik poster huruf di tembok yang berjarak sekitar 10 meter. 

Yunus Bekoning, ayahnya, mengatakan keluarga mulai menyadari gangguan penglihatan Gerry saat dia sulit membaca di kelas III sekolah dasar. Menonton televisi pun harus dari jarak dekat. Orang tuanya segera memeriksakan Gerry ke dokter mata di berbagai rumah sakit. Pada 2008 itu, kata Yunus, dokter belum tahu banyak tentang low vision. “Baru ketahuan setelah diperiksa dokter di Singapura,” ujar pebisnis peralatan impor dari Jepang itu.

Mengutip data Badan Kesehatan Dunia, Ketua Yayasan Syamsi Dhuha Dian Syarief mengatakan jumlah penyandang lovi di seluruh dunia sekitar 240 juta orang. Jumlah itu enam kali lebih banyak daripada tunanetra (totally blind). Satu di antaranya adalah Dian sendiri, yang menderita lovi akibat penyakit lupus.

Low Vision Center, Dian menambahkan, memberi pendampingan dan advokasi bagi penyandang lovi dan keluarganya. Juga edukasi, sosialisasi, serta penelitian dan pengadaan alat bantu penglihatan. Di sana, mereka yang ingin mengenal lovi, atau bertemu sesama pasien lovi, akan difasilitasi yayasan. “Beberapa kali saya bawa Gerry ke sini untuk berkawan dengan pasien lain. Dampaknya anak menjadi percaya diri,” kata Yunus.

Pasien lain yang menjadi anggota Low Vision Center, Iqbal, hanya bisa melihat dari jarak dekat. Obyek sejauh 4–5 meter sudah terlihat buram. “Penglihatan semua berkabut seperti di balik kaca berembun,” kata dia. Pasien lain, Galih, dulu hidup tak bersemangat karena lovi. Setelah mendapat dukungan keluarga dan relawan Syamsi Dhuha, mahasiswa itu berusaha hidup mandiri.

Tidak hanya penyandangnya, lovi juga mengganggu orang di sekitar pasien. Nur, ibu dari Zaidan, seorang siswa kelas IV sekolah dasar di Karawang, misalnya, kerap cemas karena anaknya berulang kali masuk selokan saat bersepeda. “Anaknya memang aktif,” kata dia.

Di sekolah, Zaidan dititipkan khusus ke guru-gurunya. Ketika ulangan, misalnya, huruf soal diperbesar. Ketika acara berkemah, ibunya mengawasi sang anak dari rumah dengan kerap mengontak guru kelas. “Dia mengandalkan pendengaran dan ingatan untuk menyerap pelajaran, kalau membaca masih sulit,” kata Nur.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Pada anak-anak, low vision umumnya disebabkan gangguan kongenital (bawaan sejak lahir) atau kecelakaan. Adapun pada usia tua biasanya karena penyakit degenerasi, diabetes melitus, katarak, glukoma, kekurangan vitamin A, infeksi, retinitis pigmentosa, trauma benda tajam/tumpul, kecelakaan, atau efek samping obat tertentu.

Ine Renata Musa, dokter spesialis mata di Rumah Sakit Mata Cicendo, Bandung, mengatakan virus atau parasit dari toksoplasma, rubella, cytomegalovirus, dan herpes (TORCH) bisa menyebabkan low vision hingga kematian. Penyebab lainnya adalah penyakit darah tinggi, dan penuaan atau perubahan retina akibat rokok. “Bayi lahir prematur juga bisa, karena kadang mata belum selesai perkembangannya tetapi keburu lahir,” kata dia.

Seperti penyebabnya, lovi juga punya banyak gejala. Secara fisik, kata Ine, misalnya ada perbedaan seperti mata tampak lebih kecil, ada keputih-putihan, juling, atau bola mata goyang. “Harus banyak pemeriksaan untuk mengetahui penyebab utamanya, kemampuan melihatnya berapa banyak, dan bagian mata yang masih bisa diberdayakan seberapa,” ujar dia.

Di Rumah Sakit Mata Cicendo, ada 60–70 pasien lovi perbulan. Mayoritas, kata Ine, akibat kelainan retina dan saraf mata. Sejak tren lovi dikenal pada 2000-an, sejauh ini belum ada hasil penelitian mengenai angka kejadian low vision di Indonesia. 

ANWAR SISWADI (BANDUNG)

Iklan

Berita Selanjutnya



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Polisi Tangkap Pembunuh Wanita di Apartemen Jardin Bandung yang Kabur ke Jakarta

2 hari lalu

Ilustrasi pembunuhan. FOX2now.com
Polisi Tangkap Pembunuh Wanita di Apartemen Jardin Bandung yang Kabur ke Jakarta

Seorang wanita ditemukan tewas di Apartemen Jardin, Kota Bandung, diduga dibunuh pelanggannya


Rekomendasi 5 Tempat Wisata Air di Bandung untuk Menghabiskan Waktu Libur Lebaran

7 hari lalu

Sejumlah anak bermain di kolam sisa pembongkaran di Pemandian Tjihampelas, Jalan Cihampelas, Bandung, Jumat (14/5). TEMPO/Aditya Herlambang Putra
Rekomendasi 5 Tempat Wisata Air di Bandung untuk Menghabiskan Waktu Libur Lebaran

Salah satu aktivitas rekreasi yang bisa dilakukan bersama dengan keluarga ketika masa libur lebaranadalah berenang.


Penumpang Terminal Leuwipanjang Bandung Naik 20 Persen Selama Arus Mudik Lebaran

12 hari lalu

Pemudik bersiap memasukkan barang bawaannya kedalam bagasi bus di Terminal Penumpang Tipe A Baranangsiang, Kota Bogor, Jawa Barat, Rabu 27 Maret 2024. Sebagian warga memilih untuk mudik lebih awal untuk menghindari kemacetan dan lonjakan penumpang serta tingginya harga tiket saat puncak arus mudik Lebaran 2024. ANTARA FOTO/Arif Firmansyah
Penumpang Terminal Leuwipanjang Bandung Naik 20 Persen Selama Arus Mudik Lebaran

Kepala Terminal Leuwipanjang Kota Bdung Asep Hidayat mengatakan, kenaikan jumlah penumpang di arus mudik Lebaran terpantau sejak H-7.


7 Daftar Penyakit Mata yang Ditanggung BPJS Kesehatan

23 hari lalu

Pemeriksaan katarak. Dok. KMN EyeCare
7 Daftar Penyakit Mata yang Ditanggung BPJS Kesehatan

Berikut ini daftar penyakit mata yang ditanggung BPJS Kesehatan termasuk pemberian kacamata dengan skema subsidi.


JEC Group Edukasi Dini Bahaya Glaukoma

27 hari lalu

JEC Group Edukasi Dini Bahaya Glaukoma

Dalam rangka memperingati pekan glaukoma sedunia, JEC Group mengadakan diskusi media dengan tema "Gerakan Sadar Glaukoma: Guna Menyelamatkan Kualitas Hidup Kita"


12 Maret Diperingati Hari Glaukoma Sedunia: Kenali Gejala, Penyebab, dan Pengobatannya

37 hari lalu

Ilustrasi wanita bermata cokelat. Pixabay.com
12 Maret Diperingati Hari Glaukoma Sedunia: Kenali Gejala, Penyebab, dan Pengobatannya

Peringatan tersebut bertujuan untuk mengingatkan semua orang mengenai faktor risiko glaukoma dan melakukan pemeriksaan kesehatan mata secara teratur.


Monyet Ekor Panjang Berkeliaran di Bandung, Pakar ITB: Akibat Habitat Rusak dan Perburuan

37 hari lalu

Kawanan monyet ekor panjang yang memasuki kawasan permukiman di Kota Bandung. Cuplikan video netizen
Monyet Ekor Panjang Berkeliaran di Bandung, Pakar ITB: Akibat Habitat Rusak dan Perburuan

Pakar ITB menengarai kemunculan monyet ekor panjang di Bandung akibat kerusakan habitat asli. Populasi mamalia itu juga tergerus karena perburuan.


Serba-serbi Monyet Ekor Panjang, Mengapa Bertindak Agresif ke Manusia?

45 hari lalu

Monyet ekor panjang (macaca Fascicularis) berinteraksi dengan pengunjung di Taman Nasional Baluran, Situbondo, Jawa Timur, Minggu, 18 Februari 2024. ANTARA/Budi Candra Setya
Serba-serbi Monyet Ekor Panjang, Mengapa Bertindak Agresif ke Manusia?

Macaca Fascicularis atau di Indonesia lebih dikenal monyet ekor panjang kerap bertindak agresif pada manusia, apa sebabnya?


Kawanan Monyet Ekor Panjang Masuk Pemukiman Warga Kota Bandung, Pertanda Apa?

45 hari lalu

Monyet ekor panjang (macaca Fascicularis) berinteraksi di Taman Nasional Baluran, Situbondo, Jawa Timur, Minggu, 18 Februari 2024. Berdasarkan Internasional Union for Conservation Nature (IUCN) Monyet ekor panjang mengalami perubahan status dari rentan (vunerable) menjadi terancam punah (endangered) yang diprediksi populasinya akan menurun hingga 40 persen dalam tiga generasi terakhir atau sekitar 42 tahun akibat habitat yang mulai hilang serta perdagangan ilegal. ANTARA/Budi Candra Setya
Kawanan Monyet Ekor Panjang Masuk Pemukiman Warga Kota Bandung, Pertanda Apa?

Monyet turun gunung, termasuk monyet ekor panjang ini disebut-sebut menjadi pertanda akan terjadi suatu peristiwa, apa itu?


4 Dugaan Sebab Monyet Berkeliaran di Kota Bandung Beberapa Hari Ini

48 hari lalu

Monyet ekor panjang (Macaca fascicularis) di pinggir jalan. (ANTARA)
4 Dugaan Sebab Monyet Berkeliaran di Kota Bandung Beberapa Hari Ini

Sekelompok monyet ekor panjang berkeliaran di atap-atap rumah warga di Kota Bandung beberapa hari belakangan. Tanda bencana alam?