TEMPO.CO, Jakarta - Dalam sepuluh tahun terakhir, Jakarta makin dipadati restoran asing. Masakan Vietnam pun tidak ketinggalan. Sekilas, cita rasanya mirip masakan Thailand yang kaya akan asam dari jeruk nipis dan cuka, bahkan pedas.
Satu dari puluhan rumah makan Vietnam yang menjadi pelopor di Ibu Kota adalah Vietopia. Buka sejak 2003, rumah makan mereka terus dipenuhi penyuka kuliner. Sebab, rumah makan itu dianggap menyajikan rasa yang mirip dengan yang kita dapati di Hanoi dan Kota Ho Chi Minh.
Setia kepada rasa asli agaknya menjadi kunci sukses Vietopia. Saat kebanyakan restoran asing berkutat dengan menu fusion, mereka berpegang pada resep koki utama yang datang dari Vietnam 13 tahun lalu. Chef itu tidak lama berada di Cikini. Namun dia menurunkan hampir semua kepandaiannya kepada juru masak di Vietopia. "Semua cara mengolahnya persis sama seperti yang ia ajarkan," ujar Angga, pelayan di sana.
Saking autentiknya, semua menu ditulis dalam bahasa Vietnam. Hanya ada sepuluh item yang berbahasa Inggris. Itu pun hanya menu minuman, seperti orange juice. Pilihan pembuka kami jatuh pada cha gio, yang berupa empat lumpia berisi daging ayam dan wortel dengan saus. Tak berminyak, kulit lumpianya renyah dan lembut, serta isian daging ayam berlimpah, membuat sajian itu cocok dinikmati sambil bersenda-gurau, tanpa ribet menyiapkan segunung tisu.
Tertarik pada pho, mi rebus berkuah bening yang membuat masakan Vietnam mendunia, Tempo mencoba pho bo ukuran reguler—meski yang muncul lebih tepat dilabeli ukuran large. Di dalamnya, ada belasan irisan daging sapi dengan sayur-sayuran segar, seperti taoge. Kuahnya gurih. Kucuran lemonnya membuat mi porsi jumbo itu segar dan tidak bikin enek. Pho makin asoy dinikmati saat Jakarta digelayuti mendung dan hujan, seperti belakangan ini.
Untuk yang doyan daging, Vietopia memiliki menu andalan, bo luc lac. Menu ini mirip steak, tapi dagingnya sudah dipotong-potong. Tinggal lep, daging panggang yang juicy itu meluncur lembut di tenggorokan. Nasi merupakan pasangan abadi menu ini. Sebab, berfungsi sebagai penyeimbang gurihnya daging. Jangan lupakan kuah bening asam yang terbuat dari cuka, bawang bombai, dan gula untuk memperkaya rasa. Ada juga ga luc lac, kembaran bo luc lac, yang terbuat dari daging ayam.
Pencinta ikan dapat memesan ca mu chien voi gung. Ikan digoreng dengan saus karamel dan bumbu ketumbar. Rasanya gurih dan manis.
Tidak seperti makanan, pilihan minuman di Vietopia sedikit. Berdasarkan rekomendasi pelayan, kami memilih lemon grass tea dan freshly squeezed lime. Dua minuman ini ampuh menetralkan rasa daging dengan rasanya yang asam.
Sebagai penutup, tak lengkap jika belum menikmati kopi Vietnam—negara penghasil kopi utama di dunia di samping Brasil dan Indonesia. Kami menyeruput ca phe sua da, kopi panas dengan susu kental manis. Dibanding kebanyakan kopi Indonesia, rasanya berat dan keras. Versi ringannya adalah pax xiu da yang menggunakan susu lebih banyak.
Sajian-sajian di atas ditebus dengan Rp 300 ribuan. Menu pembuka kisarannya Rp 26 dan Rp 65 ribu, menu utama Rp 40-75 ribu, sajian penutup dipukul rata, Rp 39 ribu, sedangkan minuman mulai Rp 19 ribu sampai Rp 42 ribu. Beragam penyajian kopi Vietnam dibanderol dengan harga yang sama, Rp 42 ribu. Ini relatif lebih murah dibanding di restoran lain, yang berkisar Rp 30-95 ribu per cangkir.
DINI PRAMITA