TEMPO.CO, Jakarta - Umumnya wanita mengemudikan kendaraan secara serampangan dan lambat saat di jalan raya. Padahal memacu kendaraan dengan kecepatan lambat belum tentu aman. Kendaraan di sekeliling dengan kecepatan lebih tinggi sewaktu-waktu dapat menabrak Anda.
"Stigma pengemudi perempuan slengean, mengapa? Salah satunya karena perilaku slow motion, misalnya pengemudi perempuan rata-rata memacu kendaraan 40 kilometer per jam di jalan. Lalu saat memberi lampu sen belok kanan, contohnya, lambat sekali berbeloknya," ujar Jusri Pulubuhu, Training Director dari Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC), dalam diskusi keselamatan mengemudi di Jakarta, Rabu, 25 Mei 2016.
Alasan lain ialah perilaku multitasking saat berkendara di jalan raya. Jusri menambahkan, tak sedikit perempuan, bahkan laki-laki, yang tak fokus mengemudi. Misalnya, mengemudi sambil menerima telepon atau sekadar menyetir sambil memikirkan masalah di kantor atau rumah.
Tertib berlalu lintas dan terampil saat berkendara belum menjadi jaminan Anda selamat di jalan raya. Salah satu kunci yang perlu Anda lakukan ialah fokus. "Ubah mindset. Ketika di jalan, pikirkan Anda sedang berperang. Berpikirlah antisipatif. Jangan lakukan slow motion, jangan memikirkan hal-hal lain. You are the driver. Fokus di situ. Jangan lakukan perilaku multitasking," tutur pria yang telah berkecimpung sebagai trainer sejak 1984 itu.
Di samping itu, pemikiran bahwa perempuan memiliki hak eksklusif juga menjadi penyebab lain. Padahal hal ini tak berlaku saat di jalan raya. "Ada mindset eksklusivitas. Ini bawaan dari dunia non-mengemudi. Karena kaum ditempatkan tersendiri, tanpa sadar dianggap memiliki hak eksklusivitas, termasuk saat di jalan raya. Padahal tidak begitu saat di jalan. Tak ada istilah gender di jalan raya," kata Jusri.
Baca Juga: