TEMPO.CO, Jakarta - Satu hal menyenangkan menjadi pencinta kuliner di Jakarta adalah munculnya sentra-sentra jajanan di setiap kotamadya. Selain Kelapa Gading di timur dan Pantai Indah Kapuk di utara, di Jalan Pesanggrahan, Jakarta Barat, terhampar deretan warung dan restoran yang-mungkin sekitar 80 persennya-layak disinggahi.
Restoran terbaru adalah Willie Brothers Steakhouse. Tempat itu tampak mentereng. Di bawah neon papan nama mereka, ruang saji seluas 250 meter persegi terlihat terang dari balik barisan jendela kaca besar. Kesan mewah semakin terasa kental saat petugas membukakan pintu kaca, menyapa ramah, dan mengantar kita ke meja. Ala-ala fine dining.
Namun, siapa sangka, harganya ramah kantong. Pada kunjungan pertama, saya memesan steak rib-eye-berasal dari daging sekitar iga-sapi Australia. Tingkat kematangannya medium dengan saus barbecue. Menu itu dibanderol Rp 95 ribu untuk 250 gram daging, kentang goreng, dan sayuran berupa brokoli dan wortel. Dagingnya lembut dan juicy. Suer, ini adalah steak di bawah Rp 200 ribu yang terenak yang bisa Anda dapatkan di Jakarta.
Terkesan oleh kunjungan perdana itu, saya kembali ke Willie Brothers bersama seorang rekan. Dia memesan Barbecue Ribs-500 gram tulang dan daging iga sapi Australia bertabur saus madu, kentang goreng, dan wortel plus brokoli. Harganya Rp 155 ribu. Saya ingin naik kelas ke steak kelas premium mereka lewat Wagyu Sirloin-daging has luar sapi wagyu Australia, kentang goreng, dan selada.
Sebagai pembuka, kami memesan Salmon Spring Roll (Rp 45 ribu) dan Mushroom Cream Soup (Rp 40 ribu). Sup jamurnya kental dan menghadirkan rasa jamur kancing yang kuat. Porsinya pun cukup untuk langsung mengenyangkan orang yang "tangki"-nya kecil. Namun salmon di lumpia itu seperti tenggelam dalam gulungan cacahan bawang bombay dan taburan selada. Hampir tidak ada rasanya.
Siapa yang ambil pusing soal appetizer? Kami datang demi sebongkah sapi panggang. Hidangan utama itu datang dalam sepuluh menit, lebih cepat lima menit dari janji pelayan. Ribs milik rekan saya jempolan. Rasanya hanya sedikit di bawah Holyribs, yang kami anggap satu penyaji iga bakar terbaik di Jakarta. Cukup guratan garpu untuk memisahkan daging dari tulang. Smokey, aroma asap khas ribs kualitas atas pun terasa saat daging dikunyah.
Namun kenikmatan seperti itu urung saya dapatkan dari Wagyu Sirloin di piring saya. Butuh usaha untuk memotong daging 200 gram yang dibakar medium well itu. Begitu masuk mulut, tidak ada sensasi melted khas wagyu. "Yakin ini wagyu?" kata rekan saya, begitu mencoba sepotong. "Enak. Tapi tidak ada bedanya sama sirloin biasa." Bayaran Rp 280 ribu sepertinya percuma kalau kita bisa menikmati kelezatan yang mirip-mirip seharga Rp 90 ribu di tempat yang sama.
Willie Waluyo, manajer restoran, meyakinkan bahwa itu wagyu. "Nomor satu, kami sangat pemilih soal kualitas daging," ujarnya saat ditanyai soal grade daging tersebut. Grade adalah pengelompokan kualitas daging berdasarkan kelembutan, juiciness, dan rasa. Jika mengacu pada Australia, asal daging itu, skala minimal maksimalnya adalah 1 sampai 9.
Kami berusaha menghapus kejanggalan itu dengan Virgin Mojito, mocktail yang terbuat dari mint, jeruk nipis, dan soda. Minuman andalan Willie Brothers seharga Rp 34 ribu ini menyegarkan rongga leher yang sebelumnya berlumuran lemak daging.
Terlepas dari "wagyu grade 1" tersebut, kami yakin Willie Brothers bakal menjadi jagoan baru di Pesanggrahan. Dengan mengusung kemewahan, pelayanan ramah, dan harga rendah, restoran yang baru buka satu bulan itu bisa menyaingi Stevan Meat Shop, yang terletak 400 meter di utara, di Jalan Taman Aries. Juga Holycow! Steakhouse by Chef Afit di Jalan Panjang, sekitar 2 kilometer arah timur, yang selama ini menjadi referensi warga Jakarta soal steak.
REZA MAULANA
Berita lainnya:
Tip Menata Cermin di Rumah, Menurut Fengsui
Ini Dia 3 Dosa yang Bikin Rusak Karier Anda
Lupakan Soal Fisik, Ladies! Ini yang Bikin Lelaki Jatuh Hati Kepadamu