TEMPO.CO, Jakarta - Pemain di bisnis mode dengan tema batik memang sudah banyak. Salah satunya adalah Donna Legisa. Wanita berusia 40 tahun ini sukses bertahan dengan bisnis tas batik Legisa Bag sejak 2010.
Modal utamanya, Donna mencintai batik serta mengoleksi kain dan aneka produk batik. Kecintaan ini diwarisi dari ibunya yang dulu menjual batik sogan. Usaha tas batik ini pun dimulai dari usaha batik lembaran, yang biasa dibeli orang untuk koleksi.
“Menjual batik dalam bentuk lembaran, orang biasanya beli untuk koleksi dan bukan untuk dipotong. Lama-lama terpikir, sepertinya enggak semua orang beli batik lembaran, karena cuma untuk disimpan,” ujarnya saat Bintang temui di kediamannya di kawasan Otista, Jakarta.
Beralih ke bisnis tas batik, ia lebih menyenangi tas dibandingkan baju. “Saya suka tas. Di Yogyakarta dan Bali itu, kan suka ada batik yang dikombinasikan dengan kulit, lantas saya tertarik,” ujar Donna.
Dia berniat membuat tas batik dengan kombinasi kulit yang tidak berbau. “Awalnya saya pakai batik tulis dan kulit ular. Tapi banyak orang tidak suka kulit ular karena geli dan dalam beberapa kepercayaan tertentu enggak boleh pakai kulit ular,” dia bercerita.
“Saya mulai beralih ke kulit sapi dan domba. Secara pengolahan, memang lebih sulit,” akunya. “Awalnya saya cuma bikin sedikit, tapi lama-lama banyak permintaan dan saya merasa harus punya tukang sendiri. Saya rekrut 3 tukang dan mereka bekerja di garasi rumah saya—dulu saya jadikan workshop,” kenangnya. Donna yang tidak mengerti tentang serba-serbi kulit pun belajar sendiri lewat internet.
Donna Legisa bersyukur tidak mengalami kendala dalam memasarkan produknya. “Karena hubungan saya sudah dekat dengan customer batik lembaran saya yang dulu itu, mudah memasarkan tas batik kepada mereka,” ujarnya.
Donna mempromosikan kelebihan produknya, selain jahitan yang bagus dan bahan yang berkualitas. “Mau cari tas yang sama persis dengan tas saya, tentu tidak bisa. Dari satu batik besar, cuma bisa dibuat jadi 4 tas. Yang saya pakai pun batik tulis lawas dan susah dicari. Mirip mungkin, tapi sama, tidak akan bisa,” jelasnya.
Menjual tas batik dengan harga mulai dari Rp 800 ribu di akun Facebook Batik Legisa dan Instagram Legisa_bag, Donna menawarkan garansi 1 tahun. Bukti kualitas tasnya bagus dan kuat. “Salah satu strategi saya adalah garansi. Anda bisa hubungi saya kalau dalam setahun itu ada masalah pada produk. Saya bisa perbaiki kalau memang itu produk saya, saya tidak membebankan kepada customer,” jaminnya.
Dengan modal Rp 20 juta untuk membeli berbagai mesin yang dibutuhkan dalam produksi tas, omzet Legisa Bag rata-rata Rp 25 juta per bulan. Workshop-nya pindah dari garasi ke daerah Subang, masih dengan tiga perajin yang sama.
Bila sedang banyak permintaan, Donna mempekerjakan tukang tambahan untuk memastikan pesanan yang berganda ini selesai digarap. “Dalam satu bulan saya biasanya membuat 40 buah tas. Tapi pernah sampai 75 buah,” ujarnya. Tidak hanya batik, Legisa Bag juga menyediakan tas berbahan tenun Jepara dengan harga mulai dari Rp 600 ribu.
Baca juga:
Lulus Kuliah, Yuk Kerja Sosial
Renata Owen: Ingin Menggambar Sepanjang Hidup
Helsa Devina, Ahli Farmasi yang Tak Betah di Laboratorium