TEMPO.CO, Jakarta - Perancang busana, Yogie Pratama meluncurkan koleksi terbarunya, rancangan busana yang terbuat dari kain tenun Suku Baduy. Koleksi yang diberi nama Indigo itu diluncurkan dalam ajang The-13 Jakarta Fahsion and Food, di Summarecon, Kelapa Gading, Rabu 4 Mei 2016.
"Kain tenun ini tidak menggunakan mesin, melainkan hand woven (ditenun dengan menggunakan alat tenun tradisional yang menggunakan tangan)," kata Yogie Pratama saat diwawancara sebelum rangkaian koleksi busananya dipamerkan.
Menurut Yogie, koleksinya terinspirasi dari filosofi kehidupan masyarakat Baduy yang memiliki kearifan lokal dengan tetap menjaga alam dan budayanya. Karena tenun Baduy kebanyakan berwarna dasar gelap, Yogie banyak membuat potongan busana yang lebih ke arah maskulin, meski yang memakainya perempuan.
"Potongannya memang saya buat lebih tegas, dan menonjolkan kepribadian yang memakainya," kata Yogie. Di tangan Yogie, tenun asli Baduy terlihat sangat elegan dengan garis-garis tegas. Koleksi khusus wanita ini hadir dengan siluet klasik khas Yogie Pratama. "Ada H-Line, bell and long sleeve, semi mermaid, celana panjang dan sebagainya," kata Yogie.
Yogie juga memadukan beberapa bahan lain bersama kain Baduy-nya. Mulai dari renda, lace, net dan siffon. Diakui Yogie, karena motifnya buatan tangan, ia kadang agak kesulitan menemukan garis pola yang sama dalam satu potongan.
Peluncuran koleksi Indigo ini juga didukung oleh Pemerintah Kabupaten Lebak, sebagai daerah yang memiliki otonomi untuk wilayah tempat tinggal Suku Baduy. Bupati Lebak, Iti Octavia Jayabaya mengatakan, persiapan memilih kain terbaik serta pembuatan busana untuk koleksi Indigo ini kurang lebih dua bulan.
"Meski hanya dipersiapkan kurang dari dua bulan, kain kain dari Baduy ini terlihat sangat cantik di tangan Mas Yogie Pratama, terimakasih," kata Bupati Lebak, Iti Octavia Jayabaya dalam pidatonya, sebelum acara peluncuran di runway dimulai.
Menurut Iti, beda tenun Baduy dengan tenun lain di Indonesia terletak pada motif dan warnanya yang tidak terlalu mencolok. "Kalau tenun Baduy itu filosofi motifnya mencerminkan masyarakat Badui yang kalau jalan itu tidak suka berjejer, melainkan berurutan dari depan ke belakang," kata Iti. Artinya, kata Iti, orang Badui mementingkan jalur jalan untuk orang lain, agar tidak tersendat dan tidak macet.
CHETA NILAWATY