TEMPO.CO, Jakarta - Fujio MSP memperkenalkan cara makan kushiage alias kushikatsu dari Jepang. Ini merupakan hidangan berupa udang, daging sapi, cumi, atau sayuran berlapis tepung yang ditusuk bak sate. Meskipun sama-sama berasal dari Kansai--daerah di bagian selatan Jepang--gaya makan ini berbeda dengan robatayaki atau sate yakitori yang dibakar.
Jenis makanan ini berbeda dengan yakitori alias sate ala Jepang yang dibakar. Ini juga berbeda dengan robatayaki, yaitu hidangan laut yang dipanggang. Robatayaki dan kushikatsu sama-sama berasal dari daerah Kansai di bagian selatan Jepang. Fujio MSP membuka gerai pertama di AEON Mall pada Mei 2015. Pusat belanja di Bumi Serpong Damai tersebut memang banyak menjual produk Jepang.
Kushiya Monogatari merupakan restoran kushiage berkonsep "lakukan sendiri". Dibuka perdana pada 1997 di Osaka, rumah makan ini ingin menjembatani sajian kushiage yang terbagi dalam dua kelompok besar, yaitu sajian ala fine dining versus kaki lima.
Jika berkonsep jamuan makan resmi, pengunjung biasanya akan dilayani secara langsung oleh seorang koki. Juru masak ini menyuguhkan gorengan kushiage serta memandu klien untuk memasangkan sajian kushiage dengan saus tertentu.
Sedangkan kelompok kushiage kaki lima di Negeri Sakura biasanya banyak terdapat di stasiun kereta di negeri asal Doraemon tersebut. Tak jarang pembeli melahapnya sembari berdiri. Karena kaki lima, menu yang ditawarkan pun tak serius-serius amat.
Kushiya memilih untuk membikin konsep resto yang ramah anak muda, tapi juga dengan menu kushiage yang serius. Mereka punya lebih dari 30 jenis gorengan, dari bawang putih, cabai, hingga okonomiyaki, sejenis pancak, atau takoyaki alias bakso isi.
Tidak ada koki yang mendampingi Anda di Kushiya. Karena konsepnya "lakukan sendiri", Andalah yang menjadi koki di resto ini. Anda dipersilakan memilih sendiri macam-macam gorengan di kushiage bar mereka.
Selanjutnya, Anda tinggal melumuri "sate-satean" tadi dengan emulsi telur dan terigu serta buliran tepung roti yang disediakan di atas masing-masing meja. Menggorengnya tidak perlu jauh-jauh. Tiap meja dilengkapi penggorengan kecil berisi minyak panas.
Dengan suhu setinggi itu, dalam waktu kurang dari lima menit, sebagian besar hidangan sudah matang. Menariknya, tidak seperti wajan tukang gorengan, kita tidak merasakan hawa panas meski berlama-lama berada di dekat minyak mendidih. Untuk mengantisipasi sengatan minyak panas, mereka menyediakan penutup wajan.
Jepang memang menganggap higienitas sebagai masalah krusial. Itu juga sebabnya kushiage menggunakan tusuk bambu untuk mengurangi kontak langsung tangan dengan makanan.
Selain soal kebersihan, ada saran lain dalam menikmati kushiage. Jangan terus-terusan mengudap gorengan, biar tidak begah. Selipkan sajian lain, semisal pasta, nasi, salad, sup, kari, atau buah-buahan, setelah Anda memakan dua-tiga tusuk.
Kushiage sepertinya cocok dengan lidah orang Indonesia. Seperti tempura, saudara tuanya yang sudah lama dikenal, kushiage sepertinya juga bisa laku keras dan dikenal luas.
KORAN TEMPO
Berita lainnya:
Sensasi Makan Domba Lunak ala Turki
3 Martabak Kreatif yang Patut Dicoba
6 Tips Hemat Makan di Restoran