TEMPO.CO, Jakarta - Stigma cantik itu putih masih kuat dan berlaku. Karenanya, banyak produk pemutih wajah laris di pasaran. Sayangnya, banyak konsumen kurang jeli memperhatikan kandungan dalam kosmetik yang punya efek buruk bagi kulit.
“Konsumen pasti ingin kulit yang sehat kalau pakai kosmetik yang kandungan bahannya halal dan bersertifikat BPOM, itu sudah jadi satu parameter,” tutur dr Dewi Inong Irana, SpKK saat dijumpai di acara Halal Itu Sehat, Marina Hand and Body Lotion, di Senayan, Selasa, 3 Mei 2016.
Menurut Inong, untuk menjadi cantik, perhatian utama harus berfokus pada hal-hal yang diperlukan kulit dan bahan yang terkandung dalam kosmetik, sebelum diaplikasikan ke tubuh. Kosmetik berbahan alami, menurut Inong, masih jadi pertimbangan utama konsumen. Cantik yang baik itu, menurut dia, adalah cantik yang sehat. Banyaknya kasus penyakit kulit turut menimbulkan perhatian banyak pihak agar lebih berhati-hati memilih kosmetik.
Beranjak dari pengetahuan terhadap adanya bahan alami yang terkandung di dalam kosmetik, konsumen pun ingin tahu bagaimana proses pembuatan kosmetik. Apakah prosesnya melibatkan bahan-bahan berbahaya terhadap kulit atau tidak. Tak terkecuali bahan non-halal beserta turunannya. “Ini menyebabkan konsumen punya pertimbangan memilih produk kecantikan berlabel halal,” ucap Inong.
Berdasarkan pengalamannya sebagai dokter spesialis kulit, Inong banyak mendapati konsumennya menjadi korban bahan berbahaya yang terkandung dalam kosmetik. Ia menuturkan banyak kosmetik mengandung bahan merkuri dan hidrokinon. Keduanya berbahaya karena bisa merusak jaringan sel kulit. Lebih parah lagi, bisa menimbulkan kanker kulit. Merkuri dan hidrokinon bisa merusak melanin yang ada di permukaan kulit. Sedangkan melanin berfungsi melindungi kulit dari paparan sinar ultraviolet.
Inong menegaskan, perlu ketelitian konsumen sebelum membeli produk kecantikan. Bukan mengutamakan agar kulit menjadi putih, tapi utamakan kulit cantik karena kandungan yang terdapat dalam kosmetik pun baik dan sehat.
AISHA SHAIDRA