TEMPO.CO, Jakarta - Kurniasih Suditomo sedang sibuk mencari tutor. Perintis Coding Indonesia itu membutuhkan sejumlah guru pembimbing baru untuk lembaga yang mengajarkan ilmu dasar pemrograman komputer tersebut. Rencananya, dua cabang baru akan dibuka, yakni di Cirebon, Jawa Barat, dan Yogyakarta, paling lambat semester kedua nanti.
Kurie—panggilan akrab Kurniasih—dan tim menyeleksi beberapa calon guru komputer yang direkomendasikan oleh kolega di kedua kota tersebut. “Sekarang ada empat orang yang masih bertahan, mempelajari modul-modul rancangan Coding Indonesia. Yang tidak lulus seleksi, pulang kampung,” ujar ibu dua anak itu kepada Tempo, Senin lalu.
BACA: Kartini Masa Kini, Leonika dan Bank Darah di Jagat Maya
Coding adalah istilah umum untuk penulisan kode-kode pemrograman komputer. Kurie mengemasnya menjadi materi permainan yang asyik. Master of Arts in International Affair Ohio University, Amerika Serikat, ini terilhami dari Code.org, situs nirlaba yang didedikasikan untuk memperluas akses terhadap ilmu komputer. Intinya, dengan memahami dasar-dasar pemrograman, anak diajak membikin permainan sendiri.
Pada mulanya, mantan wartawan Tempo ini khawatir terhadap dua putranya yang kecanduan game. Kurie kemudian berdiskusi dengan karibnya, Wahyudi, programmer lulusan Hochschule für Technik und Wirtschaft, Berlin. Hasilnya adalah dibukanya kelas Coding Indonesia pada Juni 2013. Waktu itu baru ada sembilan siswa yang belajar. Kelasnya pun menumpang di kantor Wahyudi.
BACA: KARTINI MASA KINI: Perlawanan Dhyta si Kode Ungu
Baca Juga:
Kini, Coding Indonesia kebanjiran murid. Ada yang meminta kursus, dan ada yang menagih les singkat pengisi libur sekolah. “Sekitar 500 anak bergabung dengan kami,” Kurie menambahkan.
Sebelumnya, dua cabang baru di Bandung untuk kelas profit dan nonprofit belum lama diresmikan. Di Jakarta, kelas dibuka di Pondok Indah dan Kemang, selain privat di rumah-rumah. Lembaga ini juga mengisi kegiatan ekstrakurikuler di empat sekolah, seperti High Scope Indonesia dan Santa Ursula, serta lima kelas nonprofit di rumah yatim. Untuk kelas profit, biayanya sekitar Rp 500 ribu sebulan.
Belakangan, Coding Indonesia dinobatkan sebagai salah satu dari tujuh start-up yang dinilai mencerdaskan Indonesia versi Daily Social. Kurie berharap, pada masa mendatang, Coding Indonesia bisa bekerja sama dengan sekolah negeri dan madrasah agar lebih banyak lagi anak yang dapat mempelajari ilmu dasar pemrograman.
“Dengan menggunakan kebiasaan anak main game, mereka tidak hanya diajarkan menjadi konsumen, tapi juga produsen permainan,” kata Kurie, yang sekarang juga menjadi staf komunikasi Bank Dunia di Jakarta.
TIM TEMPO