TEMPO.CO, Jakarta - Sekitar sepuluh tahun yang lalu, model Amerika Serikat Lauren Wasser, yang dilanda depresi, menganggap karier modelingnya telah berakhir. Ini karena kakinya terpaksa diamputasi dan dia merasa seluruh identitasnya hilang. Kini, dia aktif melakukan kampanye tentang body positivity.
Dalam sebuah esai di British Vogue, dia mengatakan bahwa ketika berusia 24 tahun, dia ditemukan tidak sadarkan diri di rumahnya dan dilarikan ke rumah sakit. Dia didiagnosis menderita sindromsyok toksik atau TSS, suatu kondisi yang disebabkan oleh bakteri berlebihan dalam tubuh yang terkait dengan penggunaan tampon.
Setelah menderita dua serangan jantung dan gagal ginjal, dia hanya punya 1 persen peluang untuk bertahan hidup. Tak lama kemudian, bangun dari koma, dia dihadapkan pada berita bahwa kakinya mengalami gangren (matinya jaringan tubuh karena tidak mendapat pasokan darah) dan harus menjalani amputasi.
“Ketika saya terbangun dari koma yang diinduksi secara medis di kamar rumah sakit Santa Monica suatu hari di awal Oktober 2012, dalam rasa sakit yang luar biasa, bukan hanya saya tidak dapat dikenali: saya telah dilucuti dari seluruh identitas saya, dari keindahan dan tubuh yang, saya pikir, telah menjadikan saya adalah saya," tulisnya.
Mencintai diri sendiri
Dia harus menerima kenyataan. Lauren tumbuh di antara para model, termasuk orang tuanya, dan menjadi model sampul Vogue Italia bersama sang ibum Pamela Cook, pada saat dia baru berusia dua bulan. Di California, Wasser tumbuh di antara orang-orang seperti supermodel Naomi Campbell dan Cindy Crawford.
"Saya tidak berpikir saya akan dicintai lagi. Saya tidak berpikir saya akan diinginkan - saya pasti tidak berpikir dunia mode akan menerima saya," kata dia.
Tapi ternyata perkiraannya salah. Sambil melawan depresi dan pikiran untuk bunuh diri, dia memaksakan diri menggali lebih dalam untuk melihat bahwa kecantikan tidak hanya ditemukan pada fisik, tetapi juga bagaimana kita memengaruhi orang lain dan dunia. Perasaan itulah yang membuat Wasser menciptakan rasa gaya yang baru. Kehilangan kaki bagian bawah keduanya beberapa tahun kemudian, prostetik adalah satu-satunya pilihan baginya.
“Saya selalu menyukai emas, jadi saya memutuskan untuk menjadikan kaki saya sebagai perhiasan, untuk secara sadar membuat sesuatu yang dilihat dan membuat orang terpesona. Hasilnya, saya percaya, sesuatu yang dekat dengan seni,” tulis Wasser, yang disebut-sebut sebagai "gadis berkaki emas” di dunia fashion.
Berjalan di catwalk dengan kaki palsu
Sekarang, lebih dari 10 tahun setelah hampir mati, kaki prostetik emas itu telah menghiasi catwalk Louis Vuitton dan Dolce & Gabbana serta halaman Vogue dan Elle.
Seperti yang ditulis Wasser dalam esai Vogue-nya, mengacu pada final peragaan busana Koleksi Musim Semi pada Mei 2022. “Seperti seorang ksatria berbaju zirah: itulah yang saya rasakan saat menutup pertunjukan cruise Louis Vuitton di San Diego Mei lalu. Saat matahari terbenam di balik Salk Institute yang cantik dan brutal, membentuk bayangan panjang di landasan beton, saya berjalan keluar dengan mengenakan mantel perak yang menyapu lantai - kaki saya seemas cahaya senja, berkilauan di bawah celana pendek metalik - memimpin jalan menuju pasukan model di belakangku.”
Dia yakin bahwa dia sama seperti orang lain. Sebagai model, dia bisa memakai apa saja, melakukan apa saja. Satu hal yang membedakannya adalah kakinya terbuat dari emas.
INDIAN EXPRESS
Pilihan Editor: Usai Pekan Mode, Ashley Graham Tampil Mencolok dalam Nuansa Emas
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.