TEMPO.CO, Jakarta - Kebanyakan makanan yang dikonsumsi sehari-hari mengandung pewarna makanan dalam komposisinya, seperti permen, sereal dan bahkan saus botolan. Meskipun digunakan untuk menambahkan tampilan pada makanan, di balik itu ada dampak yang dapat dirasakan.
Ada beberapa pendapat dan penelitian yang saling bertentangan tentang warna buatan untuk makanan ini, beberapa menyebutkan bahwa pewarna dapat meningkatkan risiko terkena penyakit tertentu. Tetapi apakah warna buatan benar-benar berbahaya?
Tidak semua pewarna makanan diciptakan sama dan disetujui semua negara. Faktanya, beberapa negara menggunakan warna tertentu sementara yang lain melarangnya. Misalnya, hijau #3 telah disetujui oleh FDA (Food and Drug Administration) dan disetujui di AS tetapi dilarang di Eropa. Dan hal yang sama dapat dikatakan untuk pewarna lain yang disetujui di Eropa tetapi tidak di AS.
Salah satu klaim mengatakan bahwa pewarna makanan dapat menyebabkan hiperaktif pada kelompok anak tertentu, terutama mereka yang lebih sensitif terhadap. Penelitian lain menunjukkan bahwa pewarna makanan buatan dapat berkontribusi secara signifikan pada beberapa kasus gangguan pemusatan perhatian (Attention Deficit Hyperactivity Disorder/ADHD).
Penelitian lain yang memiliki kesimpulan yang sama. Namun, badan pengatur seperti FDA mengakui bahwa tidak ada bukti kuat yang bahwa pewarna makanan tidak aman. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa butuh lebih banyak penelitian pada kelompok sampel yang lebih besar diperlukan untuk menentukan efek warna buatan ini pada kondisi seperti ADHD.
Beberapa jenis pewarna makanan tampaknya berlawanan dengan penelitian yang relevan, sementara yang lain memiliki efek negatif yang kuat. Misalnya, dalam sebuah penelitian, tikus jantan yang diberi warna merah #3, salah satu warna makanan yang paling kontroversial, lebih sering terkena tumor tiroid.
Selain fakta bahwa pewarna makanan itu sendiri menimbulkan bahaya kesehatan, ada juga kekhawatiran tentang kontaminan dalam pewarna makanan. Merah 40, Kuning 5, dan Kuning 6 mengandung Benzidine, yang diketahui dapat menyebabkan kanker. Meskipun jumlah zat beracun dalam pewarna ini diyakini sangat rendah, ada kekhawatiran tentang keakuratan benzidine yang diukur dalam pewarna ini. Ini mungkin berarti pewarna makanan mengandung lebih banyak kontaminan, yang dapat menimbulkan lebih banyak risiko kesehatan.
Alergi merupakan masalah lain yang berkaitan dengan pewarna makanan buatan. Beberapa penelitian telah melihat reaksi alergi terhadap pewarna makanan, termasuk asma dan gatal-gatal. Penelitian juga menunjukkan bahwa orang yang tampaknya rentan terhadap gatal-gatal dan bengkak cenderung lebih cepat bereaksi terhadap pewarna makanan tertentu.
Masih banyak yang perlu dipelajari tentang dampak pewarna makanan. Sebagian besar penelitian di bidang ini sudah dilakukan beberapa dekade yang lalu, tetapi penelitian lebih lanjut juga diperlukan untuk menilai dampak warna buatan pada makanan saat ini. Penelitian telah menunjukkan bahwa penggunaan pewarna makanan telah meningkat lebih dari empat kali lipat sejak 1950, dan bahkan peningkatan konsumsi yang signifikan dapat memberikan hasil yang berbeda dari penelitian sebelumnya.
NADIA RAICHAN FITRIANUR | EAT THIS
Baca juga: Mau Mewarnai Makanan, Cek Daftar Pewarna Makanan Alami
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.