TEMPO.CO, Jakarta - Megan Thee Stallion memandang kekuatannya sendiri sebagai berkah dan kutukan. Rapper berusia 27 tahun itu berbagi bahwa dia memandang kekuatannya sebagai aset, tetapi itu membuat orang tidak peduli tentang cara mereka memperlakukannya.
Bukan rahasia lagi bahwa Megan telah melalui beberapa pengalaman sulit. Dia kehilangan ayahnya pada usia 15 tahun, dan ibu serta neneknya meninggal hanya berselang dua minggu pada tahun 2019. Kemudian, pada tahun 2020, dia menjadi korban penembakan yang meninggalkannya dengan pecahan peluru di kakinya. Sejak saat itu dia berada di pusat pertempuran hukum dengan penembak dan telah menghadapi ejekan online tentang insiden tersebut.
Baca Juga:
"Dalam beberapa hal saya menjadi penjahat," kata Megan Thee Stallion tentang penembakan itu kepada Rolling Stone, seperti dilansir dari laman Shape. "Dan saya tidak tahu apakah orang tidak menganggapnya serius karena saya tampak kuat. Saya bertanya-tanya apakah itu karena penampilan saya. Apakah karena saya tidak cukup ringan? Apakah saya tidak cukup putih? ?Apa aku tidak berbentuk? Tingginya? Karena aku tidak mungil? Apa aku terlihat tidak pantas diperlakukan seperti wanita?"
Megan mengemukakan poin-poin penting tentang cara masyarakat sering memperlakukan perempuan kulit hitam. Banyak yang dirugikan oleh stereotip "wanita kulit hitam yang kuat", keyakinan bahwa wanita kulit hitam selalu tangguh dalam menghadapi kesulitan, seperti yang dilaporkan Chrissy King sebelumnya untuk Shape. Stereotip memiliki kemampuan untuk melakukan lebih banyak kerusakan daripada kebaikan.
Faktanya, sebuah studi tahun 2019 menemukan bahwa wanita yang menginternalisasi skema "wanita kulit hitam yang kuat" lebih cenderung mengalami kecemasan, depresi, dan kesepian, kata King. Para peneliti di balik penelitian ini berteori ini karena mereka yang terpengaruh oleh pola pikir ini lebih cenderung menunda merawat diri sendiri, menekan emosi mereka, dan memprioritaskan mengurus orang lain.
"Saya berusaha setiap hari untuk melewatinya dan menjadi baik," kata Megan, mengacu pada kebencian online. "Tapi aku tidak ingin mereka melihatku menangis. Aku tidak ingin mereka tahu bahwa aku merasa seperti ini, karena aku tidak ingin mereka merasa seperti, 'Oh, aku mengerti. Aku menghancurkanmu. .'"
Dikotomi antara ingin terlihat kuat dan memiliki emosi adalah sesuatu yang dieksplorasi Megan dalam musik barunya, khususnya lagu berjudul "Gift and Curse." "Saya bisa menjaga diri saya sendiri," jelasnya. "Saya sangat kuat secara emosional. Saya sangat mandiri," tambah Megan.
Namun, menjadi kuat adalah "berkah" dan "kutukan. "Itu membuat segalanya menjadi agak sepi kadang-kadang. Semua orang seperti, 'Yah, baguslah. Kamu mengerti. Aku tidak main-main denganmu.' Jadi saya merasa itu membuat orang memperlakukan saya tidak selembut yang saya inginkan," kata Megan.
Hal yang dialami Megan Thee Stallion baru-baru ini adalah pengingat penting. Bahwa, meskipun kekuatan tentu saja merupakan aset, setiap orang berhak diperlakukan dengan kebaikan dan kasih sayang — tidak peduli seperti apa penampilan mereka.
Baca juga: Megan Thee Stallion Raih Gelar Sarjana, Ingin Bikin Ibunya Bangga
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.