TEMPO.CO, Yogyakarta - Penanggung jawab urusan tata rias dan adat dari Tinuek Riefki Management, Suyono mengatakan kerap mendapati penerapan tata rias pengantin Yogyakarta yang campur aduk dengan Keraton Surakarta. Padahal, menurut dia, tata rias dua keraton ini memiliki gaya dan makna yang sama sekali berbeda.
Dia mencontohkan, ada yang merias wajah ala pengantin Keraton Yogyakarta, tetapi busananya ala Keraton Surakarta. "Pakem tata rias dua kerajaan ini berbeda, meskipun sama-sama berasal dari Kerajaan Mataram," kata Suroyo di sela Workshop dan Pameran Arsip dan Memorabilia Tienuk Riefki di Pendapa Royal Ambarukmo Yogyakarta, Kamis, 31 Maret 2022.
Kendati demikian, Suyono mengatakan, bukan berarti tata rias gaya keraton tak boleh dimodifikasi. "Ada syaratnya supaya tidak meninggalkan pakem," kata anggota Bidang Pendidikan Himpunan Ahli Rias Pengantin Indonesia atau HARPI Melati Daerah Istimewa Yogyakarta ini. "Untuk paes harus sesuai pakem. Untuk busana, inovasi hanya boleh 25 persen dari pakemnya."
Ada dua tata rias pengantin asli Keraton Yogyakarta yang sudah ada sejak zaman Sultan Hamengku Buwono II. Dua tata rias itu adalah Paes Ageng dan Paes Ageng Jangan Menir. Paes adalah riasan pengantin dari area dahi hingga rambut. Sedangkan tata rias pengantin meliputi makeup, busana, dan semua asesori yang dikenakan dari ujung kepala hingga kaki.
Tata rias pengantin Keraton Yogyakarta bernama Paes Ageng Pembayun yang diperagakan di Pendapa Royal Ambarrukmo, Yogyakarta, Kamis, 31 Maret 2022. TEMPO | Pito Agustin Rudiana
Suyono menjelaskan busana laki-laki Keraton Yogyakarta menggunakan blangkon dengan mondholan di belakang kepala. Sebaliknya, blangkon laki-laki Keraton Surakarta tanpa mondolan atau rata. "Warna kain batiknya pun berbeda," kata Suyono. Kain batik Keraton Yogyakarta mempunyai warna dasar putih. Sedangkan warna dasar kain batik Keraton Surakarta adalah kuning kecoklatan.
Kemudian cengkorongan atau riasan dahi pada pengantin perempuan Keraton Yogyakarta berbentuk daun sirih yang berujung lancip. Adapun cengkorongan pada pengantin perempuan Keraton Surakarta berbentuk bulat telur.
Mahasiswi Jurusan Tata Kelola Seni, Fakultas Seni Rupa, Institut Seni Indonesia atau ISI Yogyakarta, Rulli Meillia mengatakan, pada awalnya, tata rias pengantin harus mengikuti pakem. "Tidak boleh berubah, tidak boleh pakai shading, tidak boleh pakai bush on (perona pipi), dan eye shadow harus menggunakan warna kulit asli," katanya. Namun seiring perkembangan, kini makeup artist atau MUA pengantin boleh menerapkan shading, blush on, dan eye shadow berwarna.
Dengan penyesuaian tersebut, menurut Rulli Meillia, tata rias pengantin saat ini tidak lagi terlihat tebal atau medok. "Dulu tebal sekali kalau pakai foundation (alas bedak). Sekarang lebih flawless, tetap cantik dan sesuai pakem," kata Rulli.
Baca juga:
Tata Rias Pengantin Yogyakarta, Dulu Pantang buat Rakyat Sampai Sultan Izinkan
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram lebih dulu.