TEMPO.CO , Jakarta - Protein merupakan salah satu makronutrien yang dibutuhkan tubuh. Nutrisi ini membantu mengaktifkan sel, jaringan, dan organ untuk bekerja dengan optimal.
National Academy of Medicine menetapkanasupan protein mulai dari 10 persen hingga 35 persen dari total kalori setiap hari. “Di luar itu, hanya ada sedikit informasi yang solid tentang jumlah protein ideal dalam makanan atau target paling sehat untuk kalori yang disumbangkan oleh protein,” demikian menurut Harvard's TH Chan School of Public Health Nutrition Source . Pernyataan ini menyebabkan banyak penyakit tentang protein, ini lima di antaranya. 1. Tidak ada batasan mengonsumsi protein
Faktanya, banyak alasan yang membuat asupan protein sebaiknya dibatasi. Makan lebih banyak dari yang dibutuhkan dapat membebani ginjal, menyebabkan kerusakan dan kondisi seperti asam urat, kata Steven Gundry, direktur International Heart & Lung Institute for Restorative Medicine.
Diet jenis keto dan Atkins menganjurkan banyak makan daging dan telur, keduanya cenderung tinggi lemak jenuh dan kolesterol, kata Ruby Lathon, ahli gizi di Washington DC. Hal itu dapat meningkatkan risiko penyakit jantung dan kanker. Jadi, protein nabati adalah cara terbaik untuk mendapatkan protein, menurut sebuah studi 2020 di British Medical Journal.
2. Makanan nabati tidak bisa memenuhi kebutuhan protein
Para ahli dulu menyarankan memasangkan protein nabati tertentu untuk mendapatkan protein lengkap, salah satunya yang mengandung sembilan asam amino esensial. Tapi sekarang diketahui bahwa tidak harus menggabungkan protein nabati dengan sempurna dalam satu kali makan selama makan dari berbagai kelompok makanan di siang hari. Faktanya, menurut ulasan 2019, vegetarian yang mengonsumsi cukup makanan kaya protein mendapat lebih dari cukup protein dan asam amino. Kacang, kacang-kacangan, dan biji-bijian dapat memenuhi kebutuhan harian seperti halnya produk hewani.
3. Keju adalah sumber protein yang bagus
Meskipun mengandung protein tinggi, keju mengandung banyak natrium, kalori, dan lemak jenuh yang meningkatkan kolesterol. The American Heart Association merekomendasikan untuk membatasi lemak jenuh hingga sekitar 13 gram per hari. Jadi jika ingin dapat protein dari keju, pilih yang lebih rendah lemak seperti feta, mozzarella, dan keju cottage, kata Ginger Hultin, ahli gizi diet terdaftar di Champagne Nutrition. Tapi jangan jadikan keju sebagai sumber protein utama.
4. Protein hewani memicu kanker
Kenyataannya tidak sesederhana itu. Memang ada kaitan daging dan kanker, tapi kebanyakan itu mengacu pada daging merah dan daging olahan seperti daging asap, sosis, ham, dan dendeng. Organisasi Kesehatan Dunia menganggap daging olahan sebagai karsinogen Grup 1, yang berarti ada bukti yang menunjukkan bahwa itu dapat menyebabkan kanker usus besar pada manusia. Daging merah seperti daging sapi, babi, sapi, dan domba diberi label sebagai karsinogen Grup 2, dengan beberapa bukti yang menunjukkan bahwa makanan ini dapat meningkatkan risiko kanker.
Jadi, jika ingin protein hewani, pilih ikan liar dan kerang, ayam dan bebek, juga telur daripada daging sapi, babi, dan domba. Buah-buahan, sayuran, dan ikan, sebenarnya dapat mengurangi risiko kanker kolorektal sebesar 43 persen, menurut studi di JAMA Internal Medicine.
5. Bubuk atau bar protein sumber yang bagus
Banyak baru protein batangan dan bubuk melalui proses tinggi, dengan tambahan gula atau pemanis lainnya, warna, dan pengawet, kata Hultin. Namun, bar atau bubuk protein sesekali tidak apa-apa, kata Hultin. Carilah bar dengan setidaknya 3 gram serat dan daftar bahan sederhana yang berisi buah-buahan dan kacang-kacangan bersama dengan pemanis alami seperti buah biksu (lo han kuo) dan kurma.
Baca juga: Berhenti Makan Daging Ini Efek Positif dan Negatifnya pada Tubuh
PREVENTION
Selalu update info terkini. Simak berita terkini dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik Tempo.co Update untuk bergabung. Anda perlu meng -install aplikasi Telegram lebih dulu.