TEMPO.CO, Jakarta - Indonesia tengah merayakan Hari Batik Nasional. Pada 2 Oktober 2009, UNESCO telah menetapkan batik, yakni teknik tradisional pewarnaan tahan lilin yang diterapkan pada kain, sebagai Warisan Budaya Takbenda Kemanusiaan.
Batik merupakan identitas dan ciri khas Indonesia yang dikenal dunia. Beberapa daerah di Tanah Air sudah mengembangkan berbagai corak batik. Stereotip bahwa batik adalah budaya orang zaman dulu kian bergeser lantaran telah banyak dimodifikasi menjadi ready to wear yang diminati milenial.
Setelah berjuang merebut pasar agar dapat diterima di negeri sendiri, kini batik menghadapi tantangan besar, yakni pandemi Covid19. Banyak pelaku usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) terkena imbasnya.
Pemerhati batik dan Ketua Umum Asosiasi Perajin dan Pengusaha Batik Indonesia (APPBI) Komarudin Kudiya mengatakan, di masa pandemi, kerajinan batik mengalami tren atau perubahan dalam segi penjualan.
"Sebab kami tak ada kesempatan melakukan pameran batik secara offline, maka yang harus gencar dilakukan ialah UMKM batik bergabung di platform e-commerce, marketing online atau media sosial," ucap Komarudin saat dihubungi Tempo.co, Kamis 1 Oktober 2020.
Dia memprediksi penjualan batik mengalami penurunan drastis hingga 50 persen. Tak hilang akal, segala upaya pun dilakukan, salah satunya dengan program yang diinisiasi oleh APPBI bertajuk Wastra dot id.
Platform marketing online tersebut menjual karya batik yang sudah melalui proses kurasi otentitasnya, bukan printing tapi benar-benar tulis.
"Selain itu kami juga menawarkan karya saat mendapat undangan dari acara Webinar dan membuat katalog yang di-blasting di berbagai grup WhatsApp dan Kementerian Perindustrian salah satunya," ucap pria kelahiran Cirebon, 28 Maret 1968
Tak berhenti sampai di situ, upaya bertahan juga dilakukan melalui produk diversifikasi dari para perajin batik agar tetap bisa produktif. Misalnya membuat produk yang berhubungan dengan situasi pandemi. Sebagai contoh outer, jaket, atau masker dari batik.
"Kami melakukan diversifikasi produk yang related, terutama masker batik dengan berbagai model dari sederhana hingga pakai teknik tulis untuk segmen premium. Masker batik terdiri dari 2 ply, 3 ply hingga batik permintaan khusus seperti teknik tulis," ucapnya.
Komarudin melihat pasar batik di masa depan jika para perajin banyak yang mulai beralih profesi, bisa jadi keterampilan soft skill membatik juga berkurang hal ini akan membuat masalah baru.
"Sementara membuat batik kan dibutuhkan kelembutan hati, rasa cipta karsa perlu dimulai lagi untuk kembali pada kondisi awal," ucapnya.