TEMPO.CO, Jakarta - Madu telah lama dijadikan pilihan untuk membantu mengatasi penyakit, terutama infeksi saluran pernapasan seperti pilek dan radang tenggorokan. Bahkan madu diklaim lebih baik daripada obat flu atau antibiotik.
Peneliti dari Oxford University menyimpulkan hal tersebut setelah membandingkan 14 studi penggunaan madu dengan antibiotik; over the counter (OTC) alias obat bebas seperti antihistamin, penekan batuk, ekspektoran (produk yang membantu membersihkan lendir); dan plasebo.
Setelah membandingkan studi dan temuan, para peneliti menemukan, madu memang membantu meredakan gejala lebih baik daripada obat-obatan bebas dan antibiotik. Apalagi sebagian besar infeksi saluran pernapasan atas atau ISPA disebabkan oleh virus yang tak dapat dilawan dengan antibiotik.
Menurut dua studi, gejala sakit pada orang yang menggunakan madu lebih sedikit daripada yang lain.
“Kami menemukan madu kemungkinan besar memperbaiki gejala ISPA, dengan bukti terkuat dalam konteks frekuensi batuk dan tingkat keparahan batuk. Bukti moderat mendukung penggunaannya daripada perawatan biasa untuk gejala ISPA lainnya, dan sebagian besar bukti berasal dari penelitian pada anak-anak," kata peneliti seperti dikutip dari Medical Daily, Jumat, 21 Agustus 2020.
Baca Juga:
Mereka mengatakan, madu lebih efektif dan tidak terlalu berbahaya dibandingkan perawatan alternatif biasa dan menghindari kerusakan melalui resistensi antimikroba.
Meskipun demikian, anak-anak di bawah usia 1 tahun sebaiknya tidak mengonsumsi madu karena berisiko terkena botulisme.
Anak yang berusia di atas setahun biasanya dapat mengonsumsi madu dengan aman karena sistem pencernaannya telah matang. Jika ragu, bicarakan hal ini dengan dokter Anda.
Pilek dan ISPA yang mempengaruhi sinus, hidung, laring, dan faring dapat membuat Anda merasa lelah, dengan gejala seperti sakit tenggorokan, hidung tersumbat, batuk, dan hidung tersumbat.
Untuk melewati hari atau tidur sepanjang malam, beberapa orang meminta antibiotik dari dokter mereka atau obat flu dan alergi yang dijual bebas.
Meskipun produk obat OTC sudah tersedia, namun bisa berbahaya bagi sebagian orang. Dekongestan misalnya, dapat menyebabkan efek samping yang serius, seperti tekanan darah tinggi, kecemasan dan detak jantung tidak teratur.
“Dekongestan tidak boleh digunakan pasien yang secara bersamaan menggunakan inhibitor oksidase monoamine (sejenis antidepresan); kombinasi ini dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah yang mengancam jiwa," kata para apoteker.
Obat batuk memiliki peringatannya sendiri. Jika diminum terlalu sering atau dalam dosis yang lebih tinggi dari yang direkomendasikan, obat ini dapat menyebabkan halusinasi, tekanan darah tinggi, dan kejang. Ekspektoran, di sisi lain, memiliki lebih sedikit efek samping.
Penggunaan antibiotik tidak disarankan untuk mengatasi infeksi virus seperti pilek dan sebagian besar ISPA. Zat ini tidak akan mengurangi gejala dan menggunakannya dalam situasi ini dapat menyebabkan resistensi antibiotik.