TEMPO.CO, Jakarta - Saat berusia enam bulan, anak sudah mulai diperkenalkan dengan makanan pendamping ASI atau MPASI. Sebab, nutrisi dari air susu ibu atau ASI sudah tidak mencukupi kebutuhan tumbuh kembang mereka. Namun ada beberapa mitos MPASI yangmengakibatkan nutrisi anak tidak terpenuhi, terutama zat besi.
Zat besi berfungsi untuk membentuk sel darah merah yang penting dalam proses metabolisme tubuh, pertumbuhan dan perkembangan fungsi normal sel-sel tubuh, serta pembentukan hormon dan jaringan ikat. Selain itu, zat besi juga penting dalam perkembangan otak.
Menurut Dokter Spesialis Anak dan Konselor Laktasi Dokter Yovita Ananta, banyak mitos yang beredar di masyarakat, seperti usia mulai MPASI. Idealnya bayi siap MPASI di usia 6 bulan jika merujuk penelitian. "Namun bukan usia saklek karena setiap bayi kan berbeda-beda kebutuhannya, jika ASI masih cukup maka MPASI bisa dimulai saat bayi usia 6 bulan," ucap Yovita dalam untuk anak di atas usia 4 bulan," ucapnya dalam Bincang Sore Instagram Live Healthy Kids Corner, Selasa 14 Juli 2020.
Mitos kedua masih mendapatkan referensi lama jika menu MPASI dimulai dari sayuran atau buah dan menunda pemberian protein hewani sampai bayi usia 8 bulan. Dulu memang bertahap karena khawatir bayi masih belum bisa menerima, tapi kelamaan tidak terbukti.
"Jadi tidak perlu takut untuk memulai dengan protein hewani. Kalau pun mau bertahap jangan terlalu lama menunggu 8 atau 10 bulan, namun bisa pakai hitungan hari. Sebab manfaat protein bagus untuk sumber energi dan membangun sel-sel," tambah Yovita.
Yovita juga menyarankan yang mengenakan protein pada anak terlebih dahulu.Sayruan dan buah bisa untuk tahap selanjutnya. "Setelah protein tercukupi, maka semua sayur dan buah harus dicoba karena masing-masing punya kandungan yang berbeda. Jadi supaya mendapatkan asupan serat dan vitamin secara seimbang, selain itu agar anak juga bisa mengenal rasa," lanjutnya.
Mitos ketiga ialah jangan makan bertekstur jika bayi belum tumbuh gigi. Sedangkan faktanya dalam proses MPASI bayi harus melalui proses mengunyah. Jadi tekstur jangan ditunda lama, kita bisa perhatikan bagaimana reflek bayi saat mengunyah walau bayi belum tumbuh gigi. Jadi tidak masalah diberikan makanan bertekstur di usia bayi mulai 7-8 bulan.
"Tekstur lauk yang masih kasar bisa dicincang halus, awalnya bertahan di tekstur yang sama lalu naik terus. Nah usia 12 bulan bisa makan table food atau makanan dewasa," imbuh Yovita.
Mitos keempat ialah jus kerap dianggap bisa mengganti makanan utama. Faktanya, menurut Yovita jus tidak lengkap nutrisinya karena hanya dapat sedikit karbo, sementara protein dan lemak hampir tidak ada. "Lebih ke kebutuhan cairan, tapi tidak bisa mengganti kebutuhan makanan utama. Bukan tidak boleh tapi bisa untuk snack atau selingan. Kalau dalam jangka waktu lama nutrisinya tidak cukup," imbaunya.
Mitos kelima merasa sudah cukup memenuhi 4 bintang yang terdiri dari karbohirat, protein, lemak, serat, dan vitamin. Faktanya, semua sumber gizi masuk tapi komposisi utamanya tidak tepat. "Jadi komposisi meliputi setengah harus karbo sebagai energi utama, sepertiga protein dan lemak. Nabati juga boleh diberikan, sementara sayur jumlah tidak harus banyak hanya sebagai pelengkap. Lemak tambahan dipakai saat menumis bisa pakai minyak atau butter," terangnya.
Mitos keenam masih diberikan gula dan garam, apakah boleh? Yovita mengatakan bukan tidak boleh tapi kebutuhan untuk bayi sangat sedikit, jadi tidak dibiasakan makan manis dan asin. Rasa asin dan manis bisa dipenuhi dari sumber alami, misal natrium ada di ASI atau daging.
Terakhir, mitos yang ketujuh pemberian finger food di awal MPASI. Yovita mengatakan jika finger food bisa dimulai dari anak usia 6 bulan tapi tidak dianjurkan di minggu pertama MPASI. Kalau finger food bisa dimulai dari makan yang paling aman, dan jangan terlalu keras, tapi lumer dimulut misalnya buah atau tofu yang dikukus. "Perhatikan juga ukuran jangan terlalu kecil agar menghindari tersedak. Kukus sampai empuk tapi masih bisa dipegang dan gampang hancur jika dikunyah," pungkasnya.