TEMPO.CO, Jakarta - Dokter spesialis gizi klinik, Samuel Oetoro, mengatakan banyak masyarakat Indonesia yang mengalami defisiensi atau kekurangan vitamin D dalam tubuh meskipun hidup di negara tropis yang kaya akan sinar matahari. Padahal menurutnya, kadar vitamin D yang rendah membahayakan sistem kekebalan tubuh hingga kesuburan perempuan.
Samuel mengatakan, salah satu penyebab masyarakat Indonesia kekurangan vitamin D adalah pola hidup sehari-hari.
“Kebiasaan berangkat pagi sebelum ada matahari, di dalam mobil kena AC, masuk kantor, pulang sudah gelap lagi, tidak pernah kena matahari, hanya di akhir pekan. Akhirnya terjadi defisiensi vitamin D,” kata Samuel saat live streaming membahas Gizi dan Sistem Reproduksi yang diadakan dokter spesialis kebidanan dan kandungan Alvin Setiawan di akun Instagram @alvino_georgie pada Sabtu, 11 Juli 2020.
Padahal, menurut Samuel, sinar matahari berperan besar dalam mencukupi vitamin D bagi manusia. Sebanyak 80-90 persen kebutuhan vitamin D dicukupi oleh sinar matahari, sementara sisanya, 10-20 persen, dapat diperoleh dari asupan makanan.
Ketika tubuh jarang terpapar sinar matahari, kolesterol 7 dehidrokolesterol di bawah kulit yang tidak berubah jadi vitamin D.
“Kadar vitamin D yang rendah sangat tidak baik untuk sistem kesuburan, untuk yang mau hamil, bahkan beberapa penelitian menyebutkan dapat menyebabkan eklampsia (kondisi darah tinggi yang menyebabkan ibu hamil mengalami kejang),” kata Samuel.
Samuel juga menjelaskan, kadar vitamin D dalam darah yang normal di atas 30 nanogram/ml, sedangkan yang sangat bagus ada di kisaran 40-80 nanogram/ml. Orang dengan kadar vitamin D di bawah 20-30 nanogram/ml dikategorikan insufisiensi atau tidak cukup, sedangkan di bawah 10 nanogram/ml dikategorikan defisiensi atau kekurangan.
“Kalau sudah kekurangan, tidak cukup berjemur, harus ditambah suplemen. Kalau di bawah 20 nanogram/ml bisa pakai suplemen vitamin D yang 5 ribu IU (international unit), kalau 20-30 bisa pakai yang 2.000 IU,” kata Samuel.
MUHAMMAD AMINULLAH