TEMPO.CO, Jakarta - Warga Negara Indonesia dan perempuan pertama yang menjadi anggota Komite Disabilitas Perserikatan Bangsa-bangsa atau PBB, Risnawati Utami meyakini bahwa banyak pemimpin perempuan di luar negeri yang mampu menyelesaikan masalah global pandemi Covid-19.
"Perempuan itu dilahirkan dengan sifat memelihara, seperti nurturing dan selalu berusaha mencari penyelesaian masalah layaknya seorang ibu di dalam keluarga. Istilahnya mother earth," ujar Risnawati Utami saat menjadi narasumber dalam diskusi daring pada April 2020.
Risnawati menyampaikan contoh pemimpin perempuan dunia yang dianggap berhasil membenahi kondisi di dalam negeri terkait penanganan virus corona. Dia mencontohkan Kanselir Jerman, Angela Merkel dan Perdana Menteri Finlandia, Sanna Marin.
Risnawati Utami, 45 tahun, penyandang disabilitas dari Indonesia pertama yang masuk dalam komite HAM PBB untuk Convention for Rights of People with Disability (CRPD) atau konvensi untuk hak penyandang disabilitas.
Menurut pendiri organisasi penyandang disabilitas Organisasi Harapan Nusantara atau Ohana, ini perempuan memiliki karakter kepemimpinan yang berbeda dengan pemimpin laki laki. Dalam perspektif sesama perempuan, persaingan politik lebih jarang terjadi dibandingkan dengan pemimpin laki laki.
"Bukan saya bermaksud bias gender, tapi tipe kepemimpinan yang mengedepankan kepemimpinan patriarki seringkali terjebak pada persaingan politik yang menjauhkan seorang pemimpin dari keputusan yang dibutuhkan rakyatnya," ujar Risnawati.
Berangkat dari situ, menurut Risnawati Utami, gender dan kondisi seseorang, baik disabilitas ataupun non-disabilitas tidak menjadi sebuah pertimbangan utama dalam memilih pemimpin. Asalkan seseorang memiliki kapabilitas di bidangnya, seorang perempuan maupun penyandang disabilitas dapat menjadi pemimpin.