TEMPO.CO, Jakarta - Tahun ajaran baru 2020 dimulai pada 13 Juli 2020. Karena pandemi Covid-19 belum usai, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) memutuskan metode belajar tahun ajaran baru bakal bergantung pada kondisi masing-masing daerah.
Sebagian besar sekolah akan tetap menerapkan pola belajar jarak jauh, terutama daerah-daerah yang masih zona merah dan zona kuning. Pembelajaran tatap muka kemungkinan akan dibuka untuk zona hijau.
Ini artinya, periode belajar jarak jauh akan berlangsung lebih panjang dari semester sebelumnya yang selama tiga bulan. Dibutuhkan persiapan mental anak agar bisa menjadikan suasana belajar di rumah lebih rileks.
Psikolog Klinis Reynitta Poerwito mengatakan persiapannya tak hanya fasilitas dan alat belajar, tapi juga mental.
"Karena biar bagaimana pun mereka rindu teman-temannya, ibu guru, sekolah. Ada rasa kangen yang berpadu dengan rasa jenuh," ungkap Reynitta dalam Live Instagram Eka Hospital, Jumat, 19 Juni 2020.
Oleh sebab itu, dukungan orang tua sangat diperlukan untuk membangkitkan semangat anak. Bagaimana tipsnya?
Reynitta mengatakan dengan cara memberi kata-kata yang memotivasi mereka, beri kata-kata persuasif bahwa belajar tidak harus di rumah. Bisa tanya ke anak-anak hal apa yang bikin jadi semangat belajar. Sehingga anak bisa berpikir bahwa belajar bisa dilakukan juga di rumah dengan banyak media
Orang tua juga perlu menerapkan manajemen waktu karena di rumah bukan suasana belajar yang formal, jadi anak mungkin maunya main. Untuk itu, orang tua perlu memberi dukungan dan toleransi yang lebih luas. Berikan pula waktu adaptasi.
"Anak-anak perlu adaptasi dan lingkungan baru yang terkadang orang tua suka lupa, beda sama orang dewasa masih bisa belanja kebutuhan di luar ada selingan sementara anak di rumah terus," kata Reynitta.
Semenjak Covid-19 cemas juga mungkin dirasakan anak. Menurut dia, selama tidak mempengaruhi prestasi akademik maka hal tersebut tidak masalah, jadi jangan memasang ekpektasi terlalu tinggi kepada anak dengan kondisi yang tak biasa seperti saat ini.
Reynitta mengarisbawahi bahwa rasa cemas tidak bisa dilepaskan sebab hal itu menjadi salah satu cara melindungi diri. Semua orang butuh rasa cemas, namun kalau berlebihan efeknya juga tidak baik. Yang penting rasa cemas dihilangkan dengan tindakan preventif.
"Salah satunya ialah persiapan dengan menjaga diri untuk meminimalisasi kita dari paparan virus. Jangan bosan mengedukasi anak-anak untuk tetap membiasakan diri melakukan pola hidup bersih sehat, sebagai persiapan jika nanti sudah mulai masuk sekolah lagi," dia menambahkan.
Reynitta tak lupa mengingatkan dampak belajar virtual pada anak. Menurut dia, pasti ada dampak negatifnya karena jadi banyak terpapar gadget lebih lama, tapi balik lagi ke tujuannya. Gunakan gadget untuk belajar saja, sementara di luar belajar dikurangi menatap layar.
"Beri spare waktu istirahat meski belajar di rumah. Kalau bisa mengambil sisi positifnya maka sebenarnya bisa menguntungkan kita karena banyak terbantu. Biar bagaimana pun anak juga butuh mengekpresikan mata dan pikirannya," dia menyarankan.