TEMPO.CO, Jakarta - Di masa Pandemi Covid-19, Majelis Ulama Indonesia mengimbau ibadah bulan Ramadan dilakukan di rumah saja. Tak ada salat tarawih berjamaah di masjid untuk menghindari adanya kerumunan orang.
Psikolog Nuzulia Rahma Tristinarum mengatakan untuk menumbuhkan motivasi yang kuat pada anak agar konsisten beribadah di rumah memang bukan hal yang mudah. Itu sebabnya, orang tua akan lebih banyak berperan untuk menciptakan suasana yang kondusif untuk mereka.
"Khususnya bagi orang tua yang terbiasa percaya pada guru di sekolah untuk membiasakan anak dalam hal ibadah ini. Walaupun begitu, tetap bisa dilakukan dengan mudah dan menyenangkan jika kita mengetahui caranya," ucap Nuzulia saat dihubungi Tempo.co, Selasa, 21 April 2020.
Berikut tips Nuzulia untuk orang tua yang ingin mengajarkan anak beribadah Ramadan di rumah.
1. Beri motivasi bukan ancaman
Ceritakan pada anak alasan mengapa kita perlu beribadah. Misalnya tentang menghafal Al-Quran, shalat wajib dan sunah yang sekarang banyak dilimpahkan ke orang tua sejak masa sekolah dari rumah. Sebelum meminta anak menghafal terus menerus, sampaikan dulu alasan mengapa salat dan menghafal Al-Quran itu penting. Apa manfaatnya bagi anak.
"Berikan motivasi yang membahagiakan bukan ancaman. Jangan menakuti anak dengan neraka tapi motivasi anak bahwa dengan melakukan hal tersebut maka Allah akan semakin sayang padanya," ucap trainer parenting Yayasan Kita dan Buah Hati ini.
2. Bimbing dengan cinta
Orang tua jangan merasa kegiatan ini sebagai beban, tetapi lihatlah visi yang lebih jauh. Lakukan bimbingan kepada anak dengan niat sebagai bekal anak saat kita tinggalkan nanti.
"Anak bukan hanya perlu warisan materi namun perlu warisan pembiasaan amal soleh. Lakukan sebagai bentuk pengabdian kita sebagai hamba Allah dalam menjaga amanah anak yang sudah dipercayakan pada kita," ucap Psikolog di ProHelp Center
Layanan Konsultansi Pendidikan dan Psikologi ini.
3. Menjadi fasilitator anak
Jadikan diri sebagai fasilitator anak, bukan seperti pemimpin pada anak buah. Saat memintanya beribadah, mintalah dengan bahasa yang menyenangkan, bukan menyuruh/memerintah. Buatlah aturan disiplin berserta konsekuensinya dengan kesepakatan bersama.
"Konsisten dalam menerapkan aturan dan konsekuensi yang sudah dibuat. Aturan dan konsekuensi ini berbeda dengan hukuman. Usahakan tidak menghukum anak jika anak lalai tetapi memberikan konsekuensi. Tentunya konsekuensi yang sudah diberitahu sebelumnya. Bukan konsekuensi dadakan yang membuat anak kaget," lanjutnya.
4. Evaluasi bersama
Berikan anak waktu untuk bicara mengutarakan perasaan, ide, ketidaksukaannya atau keberatannya. Diskusikan dan cari solusi bersama.
5. Beri kesempatan jadi pemimpin
Untuk anak yang lebih besar dan sudah bisa jadi imam salat, ajak ia menjadi imam. Sampaikan padanya bahwa menjadi imam salat itu bukan beban. Menjadi imam salat adalah tantangan yang menyenangkan. Yang artinya, ia sudah dianggap naik level.
Jika anak masih ragu, terus memberinya semangat dengan cinta.
Beberapa anak takut mengambil tanggung jawab karena takut salah. Sampaikan pada anak bahwa salah itu hal yang normal. Tidak ada yang langsung sempurna. Setiap orang berproses step by step.
"Bimbing anak dalam setiap langkahnya. Tanya pada anak, apa yang ia rasakan. Tanya, apa yang ia takutkan, dan tanya apa yang bisa ayah dan bunda bantu untuknya agar ia bisa dalam menjalankan perannya. Misalnya menjadi imam," ucapnya.
Ajak anak diskusi dengan terbuka. Biarkan anak menyampaikan perasaannya, keberatannya, kesukaannya dan ide idenya. Lalu tutuplah diskusi dengan kata kata positif pada anak. Misalnya sampaikan bahwa, "Ayah dan bunda percaya kakak bisa." Jika sudah melakukannya, pujilah usaha anak, apa pun hasilnya.