TEMPO.CO, Jakarta - Meskipun physical distancing dan anjuran di rumah saja merupakan langkah yang efektif untuk menghadapi meluasnya pandemi corona, work from home (WFH) atau bekerja dari rumah memberikan dampak yang cukup besar pada kesehatan mental.
Terhitung sudah lebih dari sebulan aktivitas work from home diberlakukan dengan kondisi dan situasi yang monoton di rumah. Ditambah berubahnya aktivitas interaksi dalam mode digital yang membuat kita semakin dekat dengan gadget.
Awareness Transfiguration Facilitator dan Psychotherapist Ferry Fibriandani mengatakan cara komunikasi bisa tergantikan melalui virtual dan menjadi alternatif selama work from home, namun tak dipungkiri work from home bisa menimbulkan stres dan frustasi.
"Mulai dari gap komunikasi karena 80 persen lebih non verbal communication, bisa antara waktu kerja serta agresi pada ruang personal, dan kurang gerak lantaran kerap duduk di depan layar laptop," Ferry dalam kuliah Whatsapp bertema Mengelola Kesehatan Mental, Jumat 17 April 2020.
Ditambah perasaan mudah terjebak, kesepian, terasing hingga mengalami depresi di rumah karena opsi bersosialisasi yang terbatas dan terpaksa menghentikan kegiatan sehari-hari sebelum pandemi. "Tak urung masalah tersebut menimbulkan cemas dan kekhawatiran terkait kondisi keuangan dan masa depan perusahaan atau usaha yang akan memberi dampak secara langsung," ucap Founder Rumah Remedi ini.
Selama masa di rumah saja tidak hanya masalah personal tetapi juga pada anggota keluarga lainnya, distraksi dari anggota keluarga seperti anak, orang tua, pasangan yang membutuhkan perhatian lebih seperti mendampingi aktivitas sekolah virtual, merawat orang tua yang sakit, memasak dan mengurus rumah tangga.
Memang keinginan untuk butuh keluar rumah karena stres dan frustasi berada dalam rumah, apalagi sudah lebih dari satu bulan memang cukup mempengaruhi pikiran kita. Terutama jika Anda adalah seorang extrovert, yang memperoleh energi dari luar saat sedang bersosialisasi. Salah satu solusi menghadapi ini adalah menggunakan teknik reframing, memandang dari sudut pandang berbeda (yang lebih memberdayakan).
Berikut tips yang bisa Anda perlahan lakukan:
1. Kondisi darurat
Menanamkan kembali bahwa kondisi ini adalah kondisi yang sangat darurat. Keberadaan kita saat melakukan physical distancing adalah memutuskan potensi rantai penyebaran virus, menolong orang diri sendiri dan orang lain.
2. Semua mengalami hal yang sama
Menanamkan kembali kesadaran bahwa orang yang ingin kita jumpai pun mengalami kondisi yang sama. Mereka sama-sama dalam kondisi physical distancing demi kebaikan diri dan khalayak ramai. Apalagi jika yang ingin kita kunjungi adalah orang yang lebih tua atau memiliki potensi yang lebih riskan apabila terpapar virus. Bantu mereka dengan kita melakukan program physical dan social distancing.
3. Fokus pada hal yang bisa dikontrol
Kondisi ini membuat kita rentan, namun akan senantiasa berat apabila kita menghadapi situasi yang diluar kontrol. Sebaiknya fokus pada apa yang bisa kita kontrol.
4. Mencoba aktivitas baru
Saat ini kesempatan yang baik untuk memulai belajar keluar dari zona nyaman. Mulai menggali kreativitas untuk mencari aktivitas unik, seru dan menghibur atau belajar hal baru yang selama ini tidak sempat dilakukan. Misal belajar memasak, Melukis, keterampilan software baru, meracik kopi, menulis journal serta buku, dll. Bisa membantu menjadi kompetensi atau keahlian baru saat kondisi ini selesai.
5. Beralih ke platform online
Bosan, tidak bisa keluar rumah dan bertemu teman-teman. Kita bisa mulai mengalihkan aspek sosial ke dunia maya. Banyak sekali aplikasi video conference dan meeting online yang bisa kita pakai. Arisan online dan ngopi online bareng di rumah masing-masing, namun ngobrol dan bercanda dengan teman tetap bisa terjalin. Kegiatan olah raga bareng misal sesi live untuk yoga, atau senam bersama teman-teman.
6. Hias kamar Anda
Coba untuk tidak di satu lokasi yang sama, cobalah di sudut-sudut yang berbeda. Hiasi sudut kamar Anda dengan hiasan agar terlihat cantik saat video conference dan paling penting membahagiakan diri. "Banyak hal yang bisa kita lakukan, namun keterampilan reframing, melihat dari sudut pandang berbeda dan memilih respons berbeda akan membantu kita," pungkas Ferry.