TEMPO.CO, Jakarta - Rancangan Undang-Undang atau RUU Ketahanan Keluarga tengah menjadi sorotan publik. Pasal-pasal yang mengatur peran suami dan istri hingga masuk ranah privat menuai berbagai macam kritik. RUU ini dinilai mencampuri ruang-ruang privat warga negara.
Komisioner Komnas Perempuan Bahrul Fuad menilai, tidak ada hal-hal baru yang subtansi yang diatur dalam RUU Ketahanan Keluarga. Seperti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 yang telah mengatur secara substansi.
“Sebenarnya secara subtansi, itu kan sudah diatur di beberapa undang-udang yang sudah ada. Misalnya Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang perkawinan yang mengatur relasi suami istri. Kemudian Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan KDRT juga sudah diatur secara substansi, apalagi di RUU Penghapusan Kekerasan Seksual,” kata Bahrul saat dihubungi TEMPO.CO, Jumat 21 Februari 2020.
Menurutnya, jika RUU Ketahanan Keluarga disahkan, akan tumpang tindih dengan Undang-Undang yang lain, karena secara subtansi sudah banyak kesamaan. Jika dicermati lagi, RUU tersebut masih absurd dan general.
“Jadi itu susah untuk diimplementasikan. Karena definisi-definisi tentang keluarga kan masih bias juga. Di Indonesia masih banyak keluarga yang single parent. Hanya ada ibu saja yang menjadi kepala keluarga,” tutur Bahrul.
Jika dikaitkan dengan visi misi pemerintah yang ingin membangun sumber daya manusia yang unggul, maka RUU Ketahanan Keluarga terkesan bertentangan. Menurut Bahrul, RUU ini menarik kembali perempuan ke ranah domestik.
“Kalau kata orang Jawa, istilahnya perempuan hanya kasur, dapur dan sumur. Di mana perempuan semestinya didorong untuk bisa menggapai ranah publik, posisi-posisi publik dan bisa ikut berkontribusi dalam pembangunan,” kata Bahrul.
Sebab itu menurut Bahrul, membahas RUU Ketahanan Keluarga hanya buang-buang waktu saja dan pemerintah lebih baik cepat menyelesaikan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual.
“Menurut saya kita buang-buang waktu kalau sampai bahas ini. Buang energi dan biaya juga. Justru yang lebih penting sekarang, bagaimana mendorong pemerintah segera mengesahkan RUU PKS. Nah ini kan untuk melindungi perempuan,” ujarnya.
ALFI SALIMA PUTERI