TEMPO.CO, Jakarta - Mi instan menjadi salah satu faktor pemicu 40 persen anak di bawah usia lima tahun atau balita Indonesia mengalami kekurangan gizi. Sebabnya, banyak orang tua yang memilih memberi makan anaknya mi instan karena harganya murah dan mudah dibuat. Padahal, makanan ini rendah nutrisi karena mengandung karbohidrat dan garam yang tinggi, tanpa nutrisi lain yang dibutuhkan tubuh.
Pakar gizi Institut Pertanian Bogor Ali Khomsan mengatakan mi instan sebenarnya merupakan sumber karbohidrat, sama seperti nasi. Tapi karena rasanya yang enak dengan berbagai pilihan, banyak orang yang salah menyajikannya karena tanpa didampingi lauk dan sayur. Bahkan tidak sedikit yang mengonsumsinya bersama nasi.
Baca Juga:
“Kalau makan mi tanpa sayur dan lauk, itu sama saja makan nasi. Mi instan itu bukan makanan yang mengandung gizi lengkap seperti kita menyiapkan nasi dengan sayur dan lauk pauk,” kata dia kepada Tempo.co, Senin, 21 Oktober 2019.
Menurut Ali, mi instan sebenarnya bukan makanan yang buruk. Asal, penyajiannya dilengkapi dengan nutrisi lainnya seperti telur yang kaya protein dan sayur sebagai sumber serat.
“Sama seperti gambar di bungkusnya, ada telur dan sayur. Mungkin ada lauk pauk lainnya yang bisa dicampurkan,” kata dia.
Indonesia merupakan negara dengan konsumsi mi instan tertinggi kedua di dunia setelah Cina. Menurut data World Instant Noodles Asosiation (WINA), konsumsi mi instan Tanah Air pada 2018 mencapai 12,52 miliar bungkus. Pada 2014 konsumsinya malah lebih tinggi, yaitu 13,4 miliar bungkus.