TEMPO.CO, Jakarta - Polusi udara selama ini dikaitkan dengan risiko penyakit pernapasan dan kardiovaskular. Namun, sebuah penelitian baru membuktikan bahwa udara yang tercemar juga meningkatkan risiko keguguran pada wanita hamil hingga 50 persen.
Hal itu terungkap dalam sebuah penelitian di Beijing, Cina, yang dimuat dalam Nature Sustainability, Senin, 14 Oktober 2019. Para ilmuwan yang terlibat dalam penelitian megeksplorasi apakah ada kaitan antara polusi udara dan keguguran. Studi ini menganalisis catatan lebih dari 255.668 wanita hamil yang tinggal di ibu kota Cina antara 2009 dan 2017.
Para peneliti membandingkan catatan para wanita dengan paparan mereka terhadap polusi udara, termasuk sulfur dioksida dan karbon monoksida. Para ilmuwan menyimpulkan bahwa setiap 10 mikrogram per meter kubik sulfur dioksida di udara, dari pembangkit listrik dan knalpot kendaraan, meningkatkan risiko keguguran sebesar 41 persen. Jika lebih dari itu, risiko keguguran meningkat jadi 52 persen.
Profesor Liqiang Zhang dari Beijing Normal University yang merupakan penulis utama studi ini, mengatakan temuan penelitian ini menemukan peluang potensial untuk mencegah atau mengurangi kehamilan berbahaya dengan langkah-langkah proaktif sebelum pembuahan terjadi.
"Sementara itu, penelitian ini membantu kami memahami hubungan antara paparan polusi udara dan spektrum hasil reproduksi," kata Profesor Zhang.
"Wanita hamil atau mereka yang ingin hamil harus melindungi diri dari paparan polusi udara tidak hanya untuk kesehatan mereka sendiri tetapi juga untuk kesehatan janin mereka."
Profesor Zhang menambahkan bahwa penelitian lebih lanjut diperlukan untuk memahami dengan tepat bagaimana polusi udara mempengaruhi janin di dalam rahim.
Patrick O'Brien, konsultan ahli kebidanan dan juru bicara Royal College of Obstetricians and Gynecologists (RCOG), mengatakan penelitian ini menambah bukti mengenai hubungan antara polusi udara dan dampak buruk pada kesehatan bayi, bahkan sebelum mereka dilahirkan.
“Studi ini mengeksplorasi risiko yang terkait dengan keguguran tanpa tanda-tanda di trimester pertama. Secara keseluruhan, 6,8 persen wanita mengalami hal ini, dan mereka lebih mungkin melakukannya jika mereka tinggal di daerah yang lebih tercemar,” kata O'Brien.
"Paparan terhadap beberapa tingkat polusi udara tidak dapat dihindari dalam kehidupan sehari-hari dan diperlukan lebih banyak penelitian di bidang ini tentang dampaknya perkembangan janin."
Ruth Bender-Atik, direktur nasional Miscarriage Association, mengatakan bahwa faktor-faktor lain, seperti kemiskinan dan pola makan yang buruk, perlu diperhitungkan ketika mengevaluasi bagaimana polusi udara mempengaruhi wanita hamil.
"Saran untuk wanita hamil di daerah-daerah berpolusi untuk memakai masker masuk akal, meskipun tentu saja penelitian masih perlu dilakukan untuk melihat apakah itu membuat perbedaan yang signifikan."
Sebuah penelitian yang diterbitkan pada September menemukan bahwa partikel karbon hitam ditemukan di sisi janin plasenta pada wanita yang terpapar polusi udara selama kehamilan.
Cina menghadapi masalah polusi udara yang berkembang begitu pesat. Di sisi lain, negara ini juga punya masalah angka kelahiran nasional yang turun ke level terendah sejak 1949.
THE INDEPENDENT | NEW YORK TIMES