TEMPO.CO, Jakarta - Makan berlebihan jika dilakukan sesekali termasuk wajar dan tidak memicu kekhawatiran. Tapi jika menjadi kebiasaan, patut diwaspadai karena bisa jadi Anda mengalami gangguan makan yang disebut binge eating disorder (BED).
Kata binge memiliki arti ‘melakukan sesuatu secara berlebihan’, binge eating adalah gangguan makan yang ditandai dengan kebiasaan makan dalam jumlah luar biasa banyak di satu waktu. Gangguan makan binge eating umumnya mulai terjadi pada saat masa remaja hingga di awal usia dua puluhan.
Penyakit mental ini juga tergolong kronis dan dapat berlangsung hingga hitungan tahun. Beberapa gejala mengalami binge eating disorder antara lain makan dengan porsi yang sangat banyak dalam batas waktu tertentu, contohnya dalam kurun waktu tiga jam.
Makan dengan cepat selama periode binge eating, sering makan sendirian atau secara diam-diam, terus makan padahal sedang tidak lapar atau bahkan saat perut sudah dalam keadaan kenyang dan perut sering terasa tidak nyaman karena terlalu kenyang. Kadang merasa perilaku makannya tidak terkendali, namun tetap tidak bisa menahan diri untuk melakukannya. Selain itu, mengalami stres, depresi, malu, bersalah, atau marah atas perilaku makannya sendiri dan sering melakukan diet, tetapi tidak ada penurunan berat badan secara signifikan.
Pada masing-masing penderita, tingkat keparahan binge eating bisa berlainan. Kondisi ini bisa dilihat dari frekuensi binge eating yang dilakukannya dalam waktu seminggu. Perlu bantuan dari dokter spesialis jiwa atau psikolog untuk mendiagnosis binge eating disorder secara pasti. Demikian pula dengan faktor yang menyebabkan penderita mengalami gangguan makan ini.
Berikut ini beberapa faktor yang berperan dalam mempertinggi risiko kelainan binge eating.
1. Pengaruh faktor keturunan atau genetik
Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kemunculan binge eating disorder dipengaruhi oleh faktor genetik. Ini berarti, kemungkinan Anda untuk mengalami BED menjadi lebih tinggi bila memiliki anggota keluarga yang juga mengalami penyakit yang sama.
2. Adanya perubahan pada struktur otak
Berbeda dengan orang normal, struktur otak penderita BED dikatakan mengalami perubahan tertentu. Akibatnya, respons penderita terhadap makanan menjadi meningkat dan kemampuan untuk mengendalikan dirinya mengalami penurunan.
3. Memiliki citra tubuh yang negatif
Citra tubuh negatif akan membuat Anda merasa tidak puas dengan bentuk tubuhnya sendiri. Inilah yang dialami oleh orang yang mengidap gangguan makan binge eating, yang kemudian membuat gangguan makan ini semakin parah.
4. Sudah mulai melakukan binge eating sejak lama
Para pengidap BED umumnya memang sudah melakukan tindakan binge eating sedari masa kanak-kanak dan remaja. Lama-kelamaan aktivitas tersebut berkembang menjadi gangguan kejiwaan.
5. Mengalami trauma secara emosional
Peristiwa yang dapat menyebabkan stres atau depresi pada seseorang dapat menjadi faktor pemicu di balik penyakit binge eating. Misalnya, mengalami kekerasan seksual (seperti diperkosa), kecelakaan, ada anggota keluarga atau orang terdekat yang meninggal, perceraian orangtua, atau bullying.
6. Mengidap kondisi psikologis lainnya
Penelitian menunjukkan bahwa penderita penyakit binge eating juga biasanya memiliki sekurang-kurangnya satu gangguan psikologis lainnya, seperti fobia, depresi, atau bipolar.
7. Pengaruh jenis kelamin
Menurut sebuah penelitian binge eating disorder lebih kerap dialami oleh pria serta orang-orang yang lebih tua. Namun alasan di baliknya belum bisa dipastikan.
8. Pengaruh diet ekstrem yang gagal
Ketika Anda melakukan diet ekstrem, namun tidak berhasil, rasa putus asa bisa mendera Anda. Kegagalan ini kemudian dapat memicu munculnya rasa kecewa dan rasa bersalah, yang malah membuat Anda makan dengan porsi yang lebih banyak.
Penderita binge eating disorder umumnya merasa sulit hingga tidak bisa berhenti melakukan binge eating. Oleh sebab itu, butuh bantuan dari keluarga maupun orang di sekelilingnya dalam membantunya untuk menghentikan kebiasaannya.