TEMPO.CO, Jakarta - Batuk rejan merupakan penyakit menular yang ditimbulkan oleh bakteri Bordetella pertussis. Bakteri yang hanya berkembang biak di tubuh manusia ini menyerang saluran pernapasan sehingga menimbulkan pertussis atau batuk 100 hari.
Ciri khas batuk ini adalah suara tarikan napas kencang (whoop) di awal atau sela-sela batuk tiada henti pada orang yang terkena penyakit ini. Jika tidak diawasi, batuk ini bisa menyebabkan henti napas pada bayi.
Pertusis sangat berbahaya, terutama jika terjadi pada bayi. Penularan bakteri terjadi lewat kontak langsung dengan partikel-partikel dalam percikan air, yang dikeluarkan oleh penderita batuk rejan saat ia batuk.
Bordetella pertussis kemudian berkembang di dalam saluran pernapasan manusia, kemudian mengeluarkan toksin yang merusak rambut-rambut halus (cilia) di saluran pernapasan. Rambut-rambut halus tersebut berfungsi menyaring kotoran dan debu yang ikut terhirup masuk saat manusia bernapas. Rusaknya ciliamenyebabkan saluran napas mengalami peradangan.
Infeksi dan peradangan saluran napas akibat pertusis ditandai dengan batuk kering. Batuk rejan sudah bisa menular pada hari ketujuh setelah infeksi bakteri terjadi hingga tiga minggu setelah gejala batuk muncul.
Pada awalnya, pertusis dianggap hanya menyerang bayi dan anak-anak. Akan tetapi, beberapa riset menemukan bahwa orang dewasa juga bisa terkena batuk rejan. Bahkan 25 persen dari kasus batuk ini, penderitanya adalah orang dewasa.
Pada orang dewasa dan remaja, gejala pertusis umumnya lebih ringan. Cenderung lebih mirip infeksi saluran napas atas, batuk, atau pilek.
Di situlah letak bahayanya penyakit pertusis, penderita dewasa sering tidak terdiagnosis dengan benar. Sebagai akibatnya, ia akan menularkan batuk rejan pada orang-orang di sekitarnya, terutama pada bayi dan anak-anak yang sangat rentan.
Batuk rejan tergolong sangat menular. Saat seseorang terkena pertusis, bisa terjadi 75 sampai 100 persen penularan pada anggota keluarga yang tidak diimunisasi dan tinggal serumah dengan penderita. Bahkan pada anggota keluarga yang sudah diimunisasi pun, masih bisa terjadi penularan bila ada kontak langsung yang intens dengan penderita.