TEMPO.CO, Jakarta - Teripang adalah hewan laut yang memiliki berbagai kandungan gizi. Sayang, masih banyak masyarakat Indonesia yang enggan menyantapnya, terutama karena jijik melihat bentuknya.
Peneliti Pusat Penelitian Oseanografi (P2O) Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ana Setyastuti, mengungkapkan masyarakat Indonesia jarang mengonsumsi teripang atau timun laut meski binatang laut berkulit duri ini memiliki manfaat untuk mencegah stunting atau kekerdilan. Sebagian besar teripang yang dipanen oleh nelayan Indonesia dari perairan Nusantara untuk ekspor ke Hong Kong, Cina, dan Singapura.
"(Teripang) lebih tepat digemari masyarakat Cina karena penduduk lokal kita sebenarnya tidak makan, hanya sesekali saja. Akan tetapi, kalau bagi masyarakat Cina seperti makanan mewah, terutama untuk acara khusus seperti Imlek," kata Ana.
Teripang
Berdasarkan sebuah studi antropologi, teripang diminati masyarakat Cina sejak abad ke-16 atau pada era Dinasti Ming sudah memulai eksploitasi teripang untuk dikonsumsi.
"Mengapa? Karena menurut mereka seperti ginseng laut yang membuat stamina tubuh makin tinggi dan meningkatkan vitalitas. Pengetahuan terkini menyatakan bahwa mereka memiliki kandungan antikanker, anti-HIV, antibakteri, dan kolagen yang tinggi," tuturnya.
Pada saat ini, apa yang dilakukan LIPI masih tahap mengeksplorasi kandungan antistunting itu tadi. Setelah tahap eksplorasi, pihaknya akan meminta kepada teman-temannya yang bisa membudidayakan jenis tersebut.
"Setelah dibudidayakan, akan di-scale up ke skala industri. Selanjutnya, kami akan berdiskusi dengan kementerian terkait untuk menyuplai daerah rawan stunting dengan itu," tuturnya.