TEMPO.CO, Jakarta - Kamu yang mulai memasuki masa pubertas sebaiknya tahu tentang kondisi tertentu pada Miss V. Salah satu yang sering salah kaprah adalah beda antara cairan Miss V dengan keputihan.
Baca: Cegah Peradangan di Area Miss V, Dokter Ingatkan Cara Pembersihan
Dokter Spesialis Obstetri dan Ginekologi, Dinda Derdameisya mengatakan tubuh selalu memproduksi cairan vagina secara berkala untuk menjaga kelembapan di area kewanitaan. "Vagina mempunyai produksi cairan yang normal. Wajar perempuan memiliki cairan vagina dan tidak selalu dari hasil berhubungan seksual," kata Dinda Derdameisya di Jakarta Pusat.
Batas normal produksi cairan Miss V tidak sampai membasahi setengah celana dalam. Hanya saja, produksi cairan vagina bisa meningkat karena faktor hormonal pada ibu hamil ataupun aktivitas olahraga yang tinggi.
Kondisi cairan Miss V yang harus diwaspadai jika terus bertambah dalam waktu tiga hari berturut-turut, bahkan sampai membasahi celana dalam. Kalau sudah begini, Dinda menyarankan segera berkonsultasi ke dokter.
Baca juga: Tips Pilih Sabun yang Aman Buat Miss V
Secara kasat mata, cairan vagina dan keputihan bisa dibedakan dari tampilannya. Ketika cairan yang keluar dari Miss V itu bening, tidak berbau, tidak gatal, dan tidak berwarna, maka itu cairan vagina dan bukan keputihan.
Dinda Derdameisya mengatakan ciri keputihan bisa berwarna hijau atau kuning, bertekstur kental dan berbau. Di sekitar area kewanitaan juga diikuti rasa gatal yang berlebihan. "Keputihan itu harus diterapi dengan dokter. Jamur itu bisa membelah dan pergi ke organ-organ yang dekat dengan vagina, seperti saluran kemih dan bisa menyebabkan infeksi saluran kemih," kata dia.
Perempuan yang mengalami keputihan, menurut Dinda, jangan malu ke dokter dibandingkan risikonya menyebar ke organ lain. "Bila diobati sendiri dari saran pengalaman orang lain yang belum tentu sama kondisi kesehatannya akan berefek lain,” tandas dr. Dinda.
Artikel terkait: Ketahui 5 Sebab dan Cara Mengatasi Gatal pada Vagina
Ada beberapa kemungkinan masalah kesehatan, di antaranya cikal bakal keputihan ataupun gejala awal kanker serviks yang kerap diabaikan. Sebab jenis kanker itu di beberapa kasus kanker serviks diawali dengan produksi cairan vagina yang berlebihan.
"Mencegah datangnya keputihan memang bisa melalui penggunaan sabun kewanitaan. Tapi kalau sudah mengalami keputihan tidak bisa diobati dengan sabun-sabun yang dijual bebas di pasaran," ucap Dinda. "Kalau infeksi, apalagi bakteri parasit itu harus ditangani oleh obat dokter. Kita harus telaah dari segala aspek agar tidak ada penyakit yang bersembunyi di balik keputihan itu."
SILVY RIANA PUTRI