TEMPO.CO, Jakarta - Vanessa Angel ditangkap kepolisian daerah Jawa Timur Sabtu, 5 Januari 2019, karena diduga terlibat dalam kasus prostitusi online. Hal ini tentu menjadi sorotan publik.
Baca juga: Vanessa Angel Shock, Simak Cara Jane Shalimar Menguatkannya
Namun, lebih banyak komentar miring ditujukan kepada Vanessa Angel, alih-alih si pengguna jasa. Bahkan terlihat dalam pemberitaan, sosok lawan main Vanessa Angel dalam kasus terkait cenderung disamarkan atau hanya diungkap sedikit - sedikit informasinya. Tidak seterang benderang ketika nama dan termasuk fisiknya Vanessa Angel diungkap.
Menurut Aliansi Pembela Hak Wanita - Womens Rights Defender Alliance (WRDA) Ermelina Singereta kasus prostitusi online, yang sedang menyandung Vanessa Angel khususnya, yang lebih banyak menyoroti korbannya. "Kenapa bukan laki - laki yang telah menggunakan atau memanfaatkan tubuhnya?" ujarnya melalui akun media sosial Facebook. "Ada apa dengan tubuh perempuan?"
Ermelina Singereta yang juga merupakan Tenaga Ahli Anggota Komisi 8 DPR RI untuk Advokasi Publik, mengatakan setiap kasus yang melibatkan perempuan, perempuan memiliki kerentanan untuk menjadi korban. "Apalagi dalam kasus VA di mana seseorang memanfaatkan tubuh seorang perempuan untuk dieksploitasi walaupun itu dilakukan atas dasar kesadaran. Dalam konteks kasus VA, terkesan korban yang belum memahami hak atas tubuhnya," paparnya.
Vanessa Angel berpose dalam liburannya di Ubud, Bali. Nama artis ini tiba-tiba menjadi trending setelah digerebek polisi karena disinyalir terlibat prostitusi online pada Sabtu sore kemarin. Instagram/@Vanessaangelofficial
Persoalan prostitusi sendiri selalu menempatkan perempuan untuk menjadi korban dan persoalan prostitusi tidak cuma persoalan kelas. Ermelina menjelaskan, prostitusi kelas bawah terjadi karena adanya kemiskinan struktural yang dialami oleh korban, ketidakberdayaan dan ketidakmampuan korban untuk mendapatkan pekerjaan yang lebih baik dari itu yang membuat mereka terjebak pada situasi kerja di tempat prostitusi.
Sedangkan pada prostitusi perempuan kelas atas, mereka juga bisa dikatakan korban yakni sebagai korban dari sebuah industri kapitalis yang selalu memanfaatkan tubuh perempuan untuk selalu tampil cantik, glamor, dan lain - lain. Apalagi perempuan yang bekerja sebagai figur publik. Industri memaksanya untuk tampil cantik sehingga segala cara dilakukan untuk mempercantik diri dan juga tetap menjaga gaya hidup kelas sosialita.
Namun di sisi lain, wajar jika publik sulit untuk melihat prostitusi perempuan kelas atas sebagai korban. Karena perempuan kelas atas ini, seperti kata Ermelina, dianggap telah memiliki kesadaran atas kepunyaan tubuhnya. "Hal ini bertolak belakang dengan prostitusi kelas bawah yang mana walau mereka sadar tentang kepunyaan tubuhnya, namun dalam kondisi tidak berdaya karena tidak ada yang lain kecuali menjual tubuhnya untuk memenuhi kebutuhan dasarnya," tandas Ermelina.