TEMPO.CO, Jakarta - Aktivis Nadia Murad Basee Taha meraih Nobel Perdamaian untuk perjuangannya dalam mengungkapkan kekerasan seksual dan membantu korban kekerasan seksual lain di negaranya. Nadia Murad menerima Nobel Perdamaian 2018 bersama dengan Denis Mukwege, seorang dokter dari Kongo yang juga membantu isu yang sama.
“Saya merasa sangat terhormat dan merasa rendah hati dengan dukungan mereka (Komite Nobel) dan saya berbagi penghargaan ini dengan semua Yazidi dengan semua warga Irak, Kurdi dan semua minoritas dan semua pejuang yang selamat dari kekerasan seksual di seluruh dunia,” pesan Nadia Murad setelah menerima Nobel Perdamaian 2018, dikutip dari Reuters.
Artikel lain:
Nadia Murad, Korban Kekerasan Seksual ISIS Raih Nobel Perdamaian
Nadia Murad, bekas budak seks ISIS yang dianugerahi Nobel Perdamaian
Nadia juga mengatakan kalau penganiayaan terhadap minoritas harus diakhiri. Kekerasan seksual terhadap perempuan tidak boleh ditoleransi.
“Kita harus tetap berkomitmen untuk membangun kembali komunitas yang dirusak oleh genosida. Kita harus tetap teguh dalam membantu pengungsi kembali ke rumah, atau diberi tempat yang aman di tempat lain,” lanjut Nadia Murad.
Aktivis Yazidi, Nadia Murad berhasil Dianugerahi Nobel Perdamaian Dunia. REUTERS/Vincent Kessler
Wanita berusia 25 tahun ini mendorong kerjasama dengan tekad, agar kampanye genosida tidak hanya gagal, tetapi pelaku akan mendapat akuntabilitas.
“Kita tidak boleh hanya membayangkan masa depan yang lebih baik bagi perempuan, anak-anak, dan kaum minoritas yang teraniaya, kita harus bekerja secara konsisten untuk mewujudkannya , memprioritaskan kemanusiaan, bukan perang,” kata Nadia.
Nadia Murad diculik ISIS dari rumahnya di desa Kocho, Irak, pada Agustus 2014, dan diperjualbelikan, disiksa, dan mengalami kekerasan seksual setelah dibawa ke Mosul, Irak. Lebih dari 6.700 wanita dan anak-anak telah menjadi korban perbudakan dan perdagangan manusia di bawah ISIS.
Baca juga:
Denis Mukwege dan Nadia Murad Dapat Penghargaan Nobel Perdamaian
Setelah kabur dan ditolong sebuah keluarga di Mosul, Nadia berhasil melintasi perbatasan Irak-Suriah dan mendapat bantuan dari sebuah organisasi untuk bertemu dan tinggal bersama saudara perempuannya yang berada di Jerman. Nadia Murad menjadi aktivis antikekerasan terhadap perempuan bernama "Perjuangan Rakyat Kami".