TEMPO.CO, Jakarta - Ibu hamil yang memeriksakan kandungannya ke bidan atau dokter biasanya mendapatkan obat-obatan untuk dikonsumsi. Akan tetapi, tidak sedikit ibu hamil yang menyepelekan obat-obatan yang diberikan sehingga tidak teratur saat mengonsumsinya. Terlebih karena mereka menganggap obat-obatan yang diberikan selama masa kehamilan hanya suplemen atau zat tambahan.
Dengan hitung-hitungan sederhana awam, suplemen dianggap bukan sesuatu yang mendesak selama makan harian sudah baik. Akan tetapi, seperti terdapat dalam rilis USAID Jalin (program kesehatan ibu dan bayi baru lahir senilai 55 juta dolar dari United States Agency for International Development) malnutrisi tidak sama dengan kelaparan.
Artikel lain:
Cara Mudah Jadi Langsing secara Alami tanpa Obat
Waspadai Obat Palsu, Kenali Perbedaaannya
Waspadai Efek Samping Obat Pelangsing
Kapan Waktu yang Tepat untuk Minum Obat?
Bisa saja seorang ibu hamil sangat tercukupi makan hariannya sehingga berat badannya naik dengan pesat, namun ternyata dari segi nutrisi atau kecukupan gizinya kurang. Malnutrisi itu sendiri adalah kondisi yang terjadi saat tubuh tidak mendapatkan asupan gizi yang cukup dan berimbang. Pada ibu hamil, malnutrisi terjadi ketika tidak mengonsumsi kalori atau asupan gizi yang cukup untuk mendukung pertumbuhan dan perkembangan janin.
Adapun gizi yang harus dipenuhi ibu hamil bukan hanya gizi makro yang terdiri dari karbohidrat, protein, dan lemak, tapi juga kecukupan akan gizi mikro, seperti zat besi, seng, vitamin, khususnya B12 dan yodium. Zat besi amat penting bagi ibu hamil.
Jika ibu hamil kekurangan zat besi, maka ia bisa menderita anemia, yang bisa menyebabkan pendarahan dan berujung pada kematian. Faktanya, berdasarkan data dari UNICEF pada 2010, ada 81 persen ibu hamil di Indonesia yang menerima tablet penambah darah, akan tetapi hanya 18 persen yang mengonsumsinya selama 90 hari seperti yang dianjurkan.