TEMPO.CO, Jakarta - Psikolog anak dan dewasa dari Rumah Sakit Ibu dan Anak Kemang Medical Care, Jakarta, Tanti Diniyanti, mengatakan saat ini mulai banyak pasangan yang melakukan konseling pranikah, terutama pasangan yang cukup lama menjalin hubungan dan berencana menikah, tapi mulai ragu dan kurang yakin dengan pasangannya.
Namun bukan berarti pasangan yang hubungannya baik-baik saja tidak membutuhkan konseling pranikah. Konseling tetap dibutuhkan untuk mengantisipasi berbagai permasalahan yang dapat menurunkan tingkat kebahagiaan pad kemudian hari.
Artikel lain:
2 Gaya Makeup Tasya Kamila di Pernikahan, Cantik dan Pangling
Ini yang Diharapkan Pria dan Wanita dari Pernikahan
Pernikahan Berkonsep Negeri Dongeng Kian Digandrungi
6 Kiat Menghemat Biaya Pesta Pernikahan
Dalam proses konseling tersebut, akan ada banyak hal yang didiskusikan bersama pasangan, terutama terkait dengan kesiapan mental dan emosi serta proses komunikasi di antara kedua pasangan karena hal-hal tersebut sering menjadi pemicu munculnya konflik.
“Salah satu tujuan konseling untuk melihat bagaimana kesiapan mereka secara mental, apakah kepribadiannya cocok, sudah nyambungkah cara ngobrolnya. Bisa jadi cara komunikasinya berbeda, kenapa berbeda, itu yang dipelajari dan diberi jalan keluarnya. Kalau itu bisa dipelajari satu sama lain, maka bisa menghindari konflik berkepanjangan dan meminimalisir ketidakcocokan di kehidupan setelah menikah,” ujar Tanti.
Dalam proses konseling tersebut, biasanya konselor atau psikolog akan mempertanyakan lebih jauh mengenai pola asuh yang diberikan kedua orang tua, proses komunikasi dan budaya di dalam keluarga, serta relasi emosi yang terjalin antara anak, dalam hal ini pasangan, dan orang tua.
Dari poin-poin tersebut akan diketahui karakter yang terbentuk dari masing-masing pasangan. Jika karakter tersebut sudah diketahui dan dipahami sejak awal, kedua pasangan akan bisa mengantisipasi berbagai kemungkinan yang akan terjadi.
Selain itu, dalam proses konseling akan dikupas lebih jauh mengenai gaya hidup, proses pengaturan keuangan, hingga kebiasaan baik dan buruk dari pasangan. Jangan sampai kebiasaan buruk baru diketahui setelah menikah dan tidak dapat menerima perbedaan tersebut.
“Mau dilihat jeleknya saja atau mau dilihat perbedaan karakter dan kepribadian tersebut untuk bisa saling melengkapi. Penting juga mempelajari bagaimana menghadapi marahnya pasangan,” ucap Tanti.
Menurutnya, konseling dapat dilakukan jauh-jauh hari sebelum hari pernikahan. Biasanya dilakukan bersamaan sambil mempersiapkan pernikahan, setahun, enam bulan, atau tiga bulan sebelum tanggal yang ditentukan.
Untuk biaya yang harus dikeluarkan untuk setiap sesi konseling sangat bergantung pada masing-masing konselor. Jika bentuknya pelatihan, dua hari dari pagi sampai sore biasanya berkisar Rp 2-3 juta per orang. Namun, jika konseling dilakukan secara pribadi berdasarkan waktu sekitar 60-90 menit, biaya yang dikeluarkan sekitar Rp 600 ribu hingga Rp 1 juta.
Bagi pasangan, jangan hanya melihat besar atau kecil biaya yang dikeluarkan, tapi bagaimana dampak jangka panjang yang akan dirasakan setelah konseling sebelum memutuskan menikah dan mempertaruhkan kehidupan masa depan.
“Ada pasangan yang setelah konseling mereka mulai berpikir ulang untuk memberi jarak dan saling introspeksi diri sebelum memutuskan menikah, ada juga yang merasa sulit untuk bersama dan memutuskan untuk tidak melanjutkan pernikahan. Ada juga yang merasa semakin yakin, saling menerima, dan terus belajar satu sama lain. Itu semua sangat tergantung dari masing-masing pasangan,” tutur Tanti.