TEMPO.CO, Jakarta - Orang tua selalu punya naluri untuk melindungi anak dan tidak ingin melihat anak mengalami kesulitan. Namun, ada sebagian orang tua yang terlalu melindungi anak sampai berupaya menghindarkannya dari kegagalan.
Contohnya saat anak mengikuti perlombaan, orang tua tidak segan mengintervensi dan membantu anak agar anak keluar sebagai pemenang. Padahal, membantu anak agar tidak merasakan kegagalan ternyata akan menjadi petaka di kemudian hari.
Artikel lain:
Kapan dan Bagaimana Mengajarkan Anak soal Seks, Cek di Sini
Alasan Orang Tua Wajib Menanamkan Kebiasaan Baik pada Anak
Tanpa Sadar Orang Tua Melakukan 4 Kebiasaan Buruk pada Anak
Anak Alami Kekerasan, Ini Tandanya
“Orang tua sering kali melihat kegagalan sebagai sumber rasa sakit bagi anak ketimbang kesempatan bagi anak untuk berkata, 'Aku bisa menghadapi ini, aku kuat’,’” ungkap Madeline Levine, Ph.D., psikolog anak sekaligus penulis buku-buku pengasuhan anak dari Universitas Negeri New York, Amerika Serikat.
Merasakan kegagalan memang pengalaman yang tak enak. Anak mungkin akan merasa sangat buruk, rendah diri, kecewa, frustrasi, dan juga merasakan emosi-emosi negatif lain.
Namun ingat, itu hanya sementara. Selanjutnya, pengalaman tak menyenangkan itu justru mendorong anak belajar banyak hal.
Kegagalan membuat anak mempelajari karakter yang mereka butuhkan untuk menjadi sukses, di antaranya kemampuan menghadapi hal di luar ekspektasi, mengendalikan emosi, berpikir kreatif, dan mampu berkolaborasi.
Di samping itu, pernah gagal akan membuat anak lebih menghargai proses, belajar dari kesalahan, membangun kepercayaan diri, dan tidak mudah menyerah.
Dengan selalu melindungi anak dan menghindarkan mereka dari kegagalan, otomatis anak tidak pernah berkesempatan mempelajari manfaat-manfat baik itu. Efeknya akan terasa ketika anak besar nanti.