TEMPO.CO, Jakarta - Demam berdarah dengue (DBD) bagaikan lingkaran setan yang terus berputar. Pada April 2018, Kabupaten Minahasa Tenggara, Sulawesi Utara, dilaporkan memasang status waspada DBD.
Laporan lain menyebut, di Balangan, Kalimantan Selatan, muncul 16 kasus DBD sepanjang semester pertama tahun ini. Kondisi cuaca yang tak menentu diduga sebagai faktor pemicu.
Artikel terkait:
Cara Memberantas Nyamuk Penyebab Demam Berdarah
Kiat Lula Kamal agar Rumah Bebas Nyamuk Penyebab Demam Berdarah
Memahami Usia yang Tepat untuk Vaksin DBD
Iklim Global Kian Panas, Waspadai Nyamuk yang Semakin Agresif
Wajar jika DBD terus mengancam keluarga Indonesia mengingat jumlah kasus penyakit ini meningkat hingga 30 kali lipat selama 50 tahun terakhir. Data Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) dan Kementerian Kesehatan Republik Indonesia mengungkap fakta bahwa di kawasan Asia Pasifik tercatat 15,2 juta kasus DBD terjadi sepanjang 2016 dan 202.314 di antaranya terjadi di Indonesia. Dari 200 ribuan kasus itu, 1.593 kasus menyebabkan kematian.
Kepala Subdit Vektor dan Binatang Pembawa Penyakit dari Kementerian Kesehatan RI, dr. Suwito, M.Kes, menyebut salah satu penyebab tingginya angka kematian pasien DBD yakni diagnosis yang terlambat.
“Diagnosis awal harus cepat. Karakter demam pada DBD sekarang meninggi, lalu satu-dua hari kemudian menurun drastis. Anggota keluarga mengira demam sudah reda ternyata pasien memasuki fase kritis,” kata Suwito.
Seharusnya, memasuki hari kedua pasien dilarikan ke rumah sakit agar dokter segera menegakkan diagnosis dan memberi perawatan yang tepat. Selain itu, anggota keluarga, khususnya ibu, mesti memahami demam pertanda DBD memiliki karakter spesifik.
Ilustrasi anak sakit. shutterstock.com
“Anda patut curiga saat si kecil mendadak demam tanpa disertai batuk dan pilek,” imbuh Suwito seraya menambahkan, DBD selama ini identik dengan musim hujan.
“Kasus DBD tetap ada meski tidak sebanyak tahun lalu. Diduga, karena musim kemarau tahun ini lebih panjang. Panjangnya musim kemarau tahun ini jangan sampai membuat kita terlena,” sarannya.
Suwito kemudian membuka fakta menarik yakni ada empat provinsi di Indonesia dengan jumlah kasus DBD tertinggi yakni Bali, Aceh, Kalimantan Barat, dan Kalimantan Timur. Di Bali, menurut Suwito, mobilitas wisatawan sangat tinggi.
“Ada wisatawan dari provinsi atau negara lain datang ke Bali dalam kondisi demam, lalu digigit nyamuk aedes aegypti. Nyamuk itu menyebarkan virus ke orang lain. Itu sangat mungkin terjadi. Faktor pemicu di setiap daerah berbeda-beda,” jelas Suwito.
Meski kasus DBD kembali naik, Suwito berharap keluarga Indonesia tidak panik. Saat ada tetangga atau anggota keluarga positif terjangkit DBD, jangan langsung minta dilakukan pengasapan.