TEMPO.CO, Jakarta - Kontroversi susu kental manis (SKM) akhirnya menemukan titik cerah. Pada pertengahan Juli 2018, Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menyampaikan klarifikasi terkait surat edaran nomor HK.06.5.51.511.05.18.2000 Tahun 2018 tentang Label dan Iklan pada Produk Susu Kental dan Analognya.
Dalam surat itu, ditegaskan label dan iklan SKM antara lain dilarang memvisualisasikan SKM sebagai produk susu kaya protein untuk dikonsumsi sebagai minuman.
Kepala BPOM, Penny K. Lukito, menjelaskan, “SKM merupakan produk yang mengandung susu yang diperuntukkan bagi pelengkap sajian.”
Artikel terkait:
Kemenkes Ingatkan Produk Kental Manis Bukan Susu untuk Anak
Alasan Susu Kental Manis Tidak Baik untuk Anak
Ingat, Tak Semua Susu Baik untuk Anak. Ini Contohnya
Baik Minum Susu Cokelat Setelah Olahraga, Ketahui Alasannya
Klarifikasi ini mementahkan anggapan bahwa SKM dapat dipakai sebagai pengganti susu untuk memenuhi kebutuhan gizi anak. Pertanyaan yang kemudian muncul, nutrisi apa yang terkandung dalam SKM? Benarkah SKM produk susu abal-abal?
Pakar gizi dari RS Siloam Kebon Jeruk, Jakarta, dr. Marya Warascesaria Haryono, Sp.GK., menerangkan “SKM memang mengandung komponen susu tapi komponen itu dipadatkan, kadar airnya ditarik keluar, lalu ditambahkan gula. Hasil akhirnya, jika dibandingkan dengan susu, nilai nutrisinya sangat berbeda. Gula dalam SKM menjadi luar biasa banyak. Kalau saya tidak salah, dalam susu elemen karbohidratnya 5-7 gram per 100 gram. Dalam susu kental manis, komponen karbohidratnya mencapai 50-60 gram yang didominasi gula.”
Karenanya, SKM bukan sumber nutrisi utama khususnya bagi anak-anak. Sekali minum, si kecil berenergi dan kenyang oleh gula, sehingga kesempatan untuk mendapatkan nutrisi dari bahan pangan lain berkurang.
Dalam jangka panjang, konsumsi SKM dikhawatirkan menyebabkan ketidakseimbangan asupan nutrisi baik pada anak maupun dewasa. Marya menyebut dua kemungkinan saat seseorang rutin mengonsumsi SKM.
Ilustrasi bayi minum susu botol. Getty Images
“Pertama, malnutrisi karena kenyang oleh SKM membuat orang malas makan. Kedua, obesitas. Meski sudah kenyang oleh SKM, orang Indonesia merasa belum makan kalau belum menyantap nasi. Akibatnya, asupan gula berlebih. Bukan berarti SKM dilarang, tapi penting disorot agar ibu tidak menjadikannya sumber nutrisi utama bagi anggota keluarga,” urai Marya.
Masyarakat harus belajar mengurangi konsumsi gula mengingat sumbernya bukan hanya gula pasir yang diaduk bersama air teh. SKM, sirup, madu, dan minuman dalam kemasan juga sarang gula.
Marya mengingatkan konsumsi gula per hari sebaiknya tidak lebih dari dua sendok makan. Jika sudah mengonsumsi dua sendok makan gula, jangan mengonsumsi kudapan yang manis lagi.