TEMPO.CO, Jakarta - Menjaga, melestarikan, dan mengkomersialisasikan kain
batik sebagai identitas bangsa memang perlu keseriusan. Batik diharapkan tidak hanya dinikmati oleh orang dewasa namun juga remaja, bahkan anak-anak.
Salah satu inovasi yang dilakukan adalah menciptakan berbagai motif batik untuk menarik peminat di setiap segmen usia. Salah satu motif batik yang saat ini digemari adalah kontemporer.
Seperti halnya seni kontemporer , motif batik ini tidak mengacu pada aturan baku atau pakem bentuk atau ornamen tertentu. Motif tersebut banyak dikembangakan oleh perajin ataupun desainer untuk mencari terobosan baru dalam mengembangkan batik dan mode pakaian dalam.
“Karena perkembangan jaman, ini adalah terobosan yang dilakukan industri yang bergelut di bidang batik untuk mencari jalan, bagaimana membuat batik yang dapat dijangkau oleh masyarakat banyak,” ujar desainer senior Chossy Latu.
Artikel lain:
Kolektor 1.000 Batik Kuno Ini Membagi Tip Menyimpan Batik
Membedakan Batik Tulis, Batik Cap, dan Batik Cetak
Tips Memilih Kain Batik Agar Tidak Tertipu
150 Lembar Batik Bercerita tentang Hidup Manusia
Pola yang dihadirkan cenderung bebas, dengan mengambil bentuk geometris, hewan, tumbuhan, ataupun berbagai bentuk abstrak lainnya, berbeda dengan motif klasik yang memiliki makna dan akar budaya yang kuat seperti kawung, parang, truntun. Batik klasik warna dan motif cenderung statis, tidak berubah-ubah sesuai dengan perkembangan jaman.
Dia mengatakan melalui motif kontemporer, desainer maupun perajin bisa bereksperimen dengan berbagai gambar apa saja, namun yang paling penting pewarnaan menggunakan proses pembuatan batik, baik menggunakan teknik tulis maupun cetak.
“Selain itu juga adanya dorongan untuk membuat sesuatu yang dalam tanda kutip mungkin lebih murah cost production-nya, karena memang batik-batik klasik itu akan memakan waktuyang lama. Pembatikannya adalah sebuah proses yang tidak dapat diburu-buru,” jelasnya.
Guna membuat batik yang dapat dijangkau oleh masyarakat banyak dan dengan harga yang lebih terjangkau, lanjutnya, beberapa perajin batik mengkombinasikan membuat batik dengan teknik cetak kemudian ditambah dengan sentuhan malam.
“Saya sendiri tidak menentang karena pada akhirnya konsumen ada yang sanggup dan tidak sanggup (membeli batik tulis). Dengan seperti ini mungkin keinginan banyak orang untuk memakai busana batik lebih bisa dipenuhi dari sisi bisnisnya,” katanya.
Banyak orang menganggap dengan kemunculan teknik cetak dapat mematikan pebatik tulis. Namun, menurut Chossy, justru hal tersebut menjadi cambuk bagi pebatik tulis untuk menghasilkan batik halus yang lebih bagus lagi.
Dia meyakini batik tulis halus masih memiliki pasarnya sendiri. Setelah itu, masyarakat Indonesia semakin banyak yang memakai batik.
“Ini mimpi guru saya Iwan Tirta bahwa suatu hari batik bisa menjadi gaya berpakaian sehari-hari, bukan hanya untuk upacara kawinan, tapi juga untuk busana ke kantor, dan aktivitas sehari-hari," ungkapnya.
Oleh karena itu dibutuhkan inovasi yang secara terus menerus supaya batik dapat berkelanjutan , tidak hanya sekedar menjadi koleksi namun juga untuk kegiatan keseharian. Tak hanya dari motif, desain busana pun juga harus disesuaikan dengan tren masa kini untuk menjangkau segmen yang lebih muda, baik bagi masyarakat Indonesia maupun luar negeri.
“Styling dan desain harus disesuaikan dengan masa kini baik untuk kemeja, gaun, jaket, maupun cocktail evening,” tambahnya.