TEMPO.CO Jakarta – Selebgram Anya Geraldine kembali menjadi sorotan publik. Remaja yang memiliki nama asli Nur Amalina Hayati ini, mengumbar kemesraan bersama pacar barunya, Juan Bione Subiantoro. Tahun 2016 lalu, Anya Geraldine sempat mendapat teguran dari Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) karena mengunggah video kemesraan bersama pacarnya saat berlibur di Bali.
Di akun Instagram-nya Anya Geraldine mengunggah beberapa foto kemesraan mereka saat sedang berlibur di Pulo Cinta, Gorontalo. Selain Anya Geraldine, beberapa artis seperti Natasha Wilona juga sering menunjukkan gaya berpacaran yang mesra kepada publik. Meski mendapat respon negatif dari masyarakat tidak membuat mereka mengubah hal tersebut.
Anya Geraldine dan pacarnya. Instagram.com/anyageraldine
Menurut psikolog klinis, Kasandra Putranto, fenomena tersebut dapat terjadi karena kapasitas remaja untuk berpikir belum sempurna. Remaja tidak mahir dalam mengendalikan dorongan untuk melakukan sesuatu dan masih memiliki masalah dalam pengambilan keputusan untuk bertindak sehingga hanya akan menangkap dan mengembangkan persepsi sesuai dengan keinginan mereka.
Remaja saat ini umumnya mengalami fase pubertas lebih cepat. Fase pubertas tersebut menyebabkan mereka memproduksi hormon seksual di usia dini sementara nilai dan norma sosial yang mereka miliki masih belum cukup untuk menangkal perilaku bermesraan dengan pasangan. Disamping itu, teknologi informasi memberikan akses untuk mempropagandakan gaya hidup mereka yang akan cepat ditangkap oleh masyarakat remaja lain hingga dianggap sebagai contoh atau trendsetter.
Artikel lainnya: Datangi KPAI, Anya Geraldine Minta Maaf
Anya Geraldine. Instagram.com/anyageraldine
“Yang jelas, remaja dengan perilaku buruk tidak mendapat respon yang seharusnya dari masyarakat, karena ketika mereka melakukan sesuatu yang dianggap salah, justru mendapatkan reward berupa pengakuan,” ujar Kasandra.
Sebenarnya masih banyak remaja lain yang dapat menjadi panutan dengan memberikan contoh positif. Sayangnya, mereka jarang mempublikasikan rutinitas kepada publik. Tentunya hal tersebut akan membuat kehidupan remaja dengan pengaruh negatif lebih terekspos.
Kasandra dalam bukunya yang berjudul Pendekatan Cognitive Behaviour dan Behavior Activation Dalam Intervensi Klinis menjelaskan fenomena tersebut dapat dicegah dengan peranan keluarga yang dilakukan dengan pola asuh A to G atau A2G. Pola ini yaitu dengan mengubah cara berpikir (change the way you think), dan mengubah cara berperilaku (change the way you do) untuk mendukung terbentuknya resiliensi sosial kuat pada anak agar memiliki pekerti dan prestasi.
Pinsip utama merubah cara berpikir adalah dengan ADD A RAY, sedangkan prinsip utama merubah cara bertindak adalah dengan ABCDEFG (A = Attitude Achievement; B = Big Brain; C = Care and Love; D = Dance and Exercise; E = Eat Healthy Food and Drinks; F = Fun Edutaiment; G = Good Quality of Sleep)
Dengan menerapkan ketujuh aspek tersebut dalam proses tumbuh kembang anak, akan tercapai kualitas mental yang tangguh. Upaya tersebut dapat melindungi diri/resisten terhadap ancaman potensi risiko akibat transformasi dunia. Harapannya, para remaja dengan pola asuh tersebut mampu bersaing untuk mencapai produktivitas dan kreativitas tinggi juga mencapai prestasi maksimal di masa depan, baik akademis maupun non akademis.
CANDRIKA RADITA PUTRI