TEMPO.CO, Jakarta - Keterbatasan dalam mendengar tak menghalangi Angkie Yudistia membantu sesama. Penyandang tunarungu ini mendirikan perusahaan berbasis sosial untuk membantu teman-teman penyandang disabilitas. Perusahaan bernama Thisable Enterprise ini menggandeng 1.500 penyandang disabilitas untuk mendapatkan kesempatan kerja yang sama seperti orang normal lainnya.
Baca juga:
Angkie Yudistia Berdayakan Difabel Melalui Thisable Enterprise
Ketika memulai usaha ini, Angkie Yudistia menangkap satu hal yang membuat teman-teman disabilitas terbelenggu dalam keterbatasan mereka. "Mereka minder, malu dengan kekurangannya," kata Angkie Yudistia di Jakarta. Rasa malu itu kemudian menggerus tingkat kepercayaan diri, mematahkan semangat, dan pada akhirnya mengubur kemampuan yang mereka miliki.
Angkie Yudistia kemudian mencari cara bagaimana supaya teman-teman disabilitas memiliki tingkat kepercayaan diri yang tinggi. "Caranya gampang, bercermin," ucap ibu satu anak ini. Angkie Yudistia kemudian menerapkan teknik ini kepada dirinya lebih dulu.
Lewat cermin, Angkie Yudistia memperhatikan bagaimana penampilannya mulai dari pakaian hingga makeup. Dia juga memanfaatkan cermin untuk belajar bahasa tubuh. "Jadi ketika sudah keluar rumah, kita sudah berkaca pada diri sendiri dan itu bisa peningkatan rasa percaya diri," kata dia.
Angkie Yudistia bersama teman-teman penyandang dissabilitas yang tergabung dalam Thisable Enterprise menyelenggarakan private lunch di Lewis dan Carrol, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, Kamis, 26 April 2018. TEMPO/Yatti Febri Ningsih
Selain bercermin, satu lagi jurus jitu untuk meningkatkan rasa percaya diri buat disabilitas adalah pendidikan. Angkie Yudistia misalnya, berhasil meraih gelar Master Ilmu Komunikasi di usia 30 tahun. "Di luar sana ada banyak orang hebat. Kalau kita tidak membekali diri dengan personal branding, bisa tenggelam. Pendidikan ini membuat seseorang menjadi berbeda," kata dia.
Angkie Yudistia menceritakan menyandang tunarungu pada usia 10 tahun. Sejak itu, dia selalu tertekan dengan lingkungan yang selalu membedakannya dengan orang normal. Beruntung keluarga Angkie selalu mendukung langkahnya hingga sukses seperti sekarang. "Aku butuh waktu 10 tahun untuk menerima diriku sendiri. Sampai aku sadar, hidup ini bukan hanya tentang mencari jati diri tapi menciptakan karakter," kata Angkie. "Kekurangan itu harus diubah dengan menerima, bukan dihindari."