TEMPO.CO, Jakarta - Seringkali terjadi seseorang yang sedang bersantai atau berolahraga tiba-tiba tidak sadarkan diri terkena penyakit jantung. Atau saat di kantor, yang awalnya terlihat baik-baik saja, mendadak terpaksa harus dibawa ke rumah sakit, juga karena serangan jantung.
Begitu juga ada yang masih berusia 30 tahun, saat diperiksa ternyata sudah memiliki penyakit jantung. Yang cukup mengejutkan publik ketika aktor Adji Massaid tiba-tiba meninggal kena serangan jantung, padahal banyak yang tahu almarhum aktif berolahraga.
"Mau tidak mau kita harus tahu bahwa faktanya sampai saat ini, sudah sejak 15 tahun lalu, penyakit jantung dan stroke menjadi pembunuh nomor satu di dunia, termasuk di Indonesia," ujar Rina Ariani, anggota Pakar Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia saat menjadi pembicara acara kesehatan “Women's Health” di Jakarta, Minggu, 22 April 2018.
Bagaimanapun, kita sudah berusaha mencegah, mengobati dan sebagainya. Tetapi menurut dia masih belum berubah, penyakit jantung dan stroke masih menjadi penyebab kematian tertinggi di dunia. Sepanjang 2015 saja, yang meninggal karena penyakit jantung mencapai 15 juta orang di dunia, sedangkan yang meninggal di Indonesia termasuk kedua terbanyak.
Baik laki-laki maupun perempuan memiliki risiko yang sama, meskipun banyak yang beranggapan perempuan lebih terancam oleh kanker payudara atau kanker serviks. Namun, pada kenyataannya, penyebab kematian nomor dua pada wanita adalah penyakit jantung.
Baca Juga:
Alokasi klaim biaya penanganan penyakit jantung oleh BPJS Kesehatan untuk tahun ini pun masuk lima besar dari penyakit lainnya, atau mencapai sekitar Rp8 triliun. Bahkan, kata Rina, Amerika Serikat yang masyarakatnya sudah memiliki tingkat kesadaran kesehatan cukup baik saja biaya yang dihabiskan untuk penyakit jantung masih menempati posisi teratas.
Baca juga:
Memahami Sindrom Kardiorenal, Bukan Penyakit Jantung Biasa
Tak Cuma Usir Stres, Berhubungan Seks Juga Cegah Penyakit Jantung
Dokter Spesialis Ungkap Mitos Seputar Penyakit Jantung
Lebih lanjut dituturkannya, bukan hanya jantung, setiap penyakit pasti memiliki faktor risiko. Ada orang-orang tertentu yang lebih rentan mengidap penyakit jantung atau penyakit tertentu dibandingkan dengan orang lain. Ada yang bisa dimodifiksi, ada yang tidak bisa sama sekali.
"Yang tidak bisa diubah, salah satunya adalah usia. Semakin bertambah usia, risiko terkena penyakit jantung juga kian tinggi. Kemudian jenis kelamin," paparnya.
Laki-laki cenderung lebih dulu berisiko terkena penyakit jantung, sedangkan wanita setelah masa menopause baru berisiko sakit jantung. Wanita sedikit lebih beruntung dari laki-laki karena mengalami haid. Pada masa haid, wanita lebih terlindungi terkena penyakit jantung.
Kemudian, faktor genetik, misalnya memiliki orang tua atau saudara kandung yang memiliki riwayat penyakit jantung memiliki kecenderungan yang lebih tinggi terkena sakit jantung juga. Ras dan suku bangsa juga dapat menjadi faktor risiko penyakit jantung. Itu antara lain faktor-faktor yang tidak bisa diubah.
Sedangkan faktor-faktor yang bisa diubah atau modifikasi yaitu tekanan darah, merokok, gaya hidup, kelebihan berat badan atau obesitas dan kolesterol.
"Faktor-faktor tersebut sebenarnya tidak sulit diubah bila seseorang memang berkeinginan kuat mengubah gaya hidup. Yang paling mudah dan paling baik dilakukan adalah mencegah," tambah Rina.
Menurutnya, tidak sakit bukan berarti jaminan bahwa seseorang sudah sehat. Akan lebih mudah mengubah gaya hidup daripada membuat batasan, seperti tidak menyantap makanan yang ini atau itu.
Mengubah gaya hidup hanya akan terasa berat di awal tetapi bila sudah dikerjakan dan gaya hidup
telah berubah, segalanya akan lebih mudah dan efeknya lebih terasa.
"Terutama merokok, kebiasaan ini harus dihentikan dan tidak bisa ditawar. Bukan hanya dengan mengurangi, tetapi harus dihentikan sama sekali," tegasnya.
Merokok itu jelas dia ada dua, merokok aktif dan pasif. Sering tidak disadari, kalangan perempuan banyak yang menjadi perokok pasif karena pasangannya perokok aktif. Padahal, perokok pasif memiliki risiko yang hampir sama dengan perokok aktif, terkena penyakit jantung.
Karena itu, mereka yang tidak merokok sebenarnya berhak untuk menyuruh orang yang merokok menjauh dan berada di lokasi khusus merokok. Satu orang meninggal di dunia setiap enam detik karena penyakit yang berhubungan dengan rokok.