TEMPO.CO, Jakarta - Label halal selalu menjadi fokus utama umat Muslim dalam membeli sesuatu. Terlebih dalam membeli sesuatu produk yang tidak diproduksi di Indonesia. Ini menjadi faktor penting untuk menentukan apakah jadi membeli barang itu atau tidaknya.
Namun, label halal, seperti disampaikan oleh Direktur Lembaga Pengkajian Pangan, Obat-obatan, dan Kosmetika (LPPOM) Majelis Ulama Indonesia (MUI) Lukmanul Hakim, ternyata tidak wajib dimiliki oleh semua produk kosmetik. Hal ini mengingat tidak semua masyarakat Indonesia beragama Islam.
“Tidak pasang (label halal) ya silakan. Mandatory halal itu bukan berarti harus halal. Kita kan negara Indonesia. Yang tinggal di sini kan bukan hanya Muslim saja,” ujarnya kepada Tempo.co usai menghadiri acara seminar nasional "Mandatory Sertifikasi Halal" di Hotel Green Alia, Jakarta, Senin, 16 April 2018.
Artikel lain:
Beli Kosmetik Hindari Online, Risikonya Tak Terduga
Lakukan KLIK, Cara Cerdas Sebelum Belanja Kosmetik
Perhatikan Aturan Pakai pada Kosmetik untuk Semua Jenis Kulit
Kendati tidak mewajibkan memasang label halal, para produsen tetap harus memberikan informasi terkait produknya kepada konsumen. Contohnya, kata dia, jika memang tidak halal, tetap harus diinformasikan jika produk itu tidak halal. Alangkah baiknya untuk diberikan label meski produk itu tidak halal. Ini untuk memberikan informasi yang jelas soal produk yang akan digunakan.
“Kalau tidak masuk ke dalam sertifikasi mandatory tadi kan tidak harus halal. Tapi, harus mencantumkan bahwa ada keterangan tidak halal. Ini supaya menghindari produk yang abu-abu (antara halal atau tidak),” terangnya.
Lebih lanjut, Lukmanul menyarankan agar setiap produsen yang memasarkan produknya di Indonesia tetap melakukan proses pengujian. Pengujian sendiri tidak memakan waktu lama untuk bisa diverifikasi.
“Kita sekarang rata-rata sekitar 50 sampi 60 hari, jadi dua bulan. Mulai dari pendaftaran sampai bersertiifikasi,” tuturnya.