TEMPO.CO, Jakarta - Perempuan umumnya mengalami haid. Namun ada beberapa perempuan yang tidak bisa haid. Menurut konsultan Subspesialis Uroginekologi dari Rumah Sakit YPK Mandiri Jakarta, dr. H. M. Syah Nadir Chan, SpOG(K) menjelaskan, setidaknya ada dua penyebab perempuan tidak bisa haid.
Pertama, mengalami keguguran kemudian menjalani kuretase. Kuretase yang tidak tuntas menimbulkan banyak efek samping antara lain perdarahan, tembusnya dinding rahim, atau perlekatan dinding rahim. Syah Nadir mengingatkan bahwa dua atau tiga bulan setelah menjalani kuretase, perempuan harus memantau kondisi kesehatan organ intim termasuk mencermati siklus haid mereka.
“Kalau dua atau tiga bulan setelah kuretase tidak bisa haid sama sekali, Anda harus waspada. Itu artinya kedua dinding rahim Anda melekat seluruhnya. Kalau melekatnya sebagian, Anda masih bisa haid tapi darah haidnya tidak keluar sehinga menciptakan sensasi nyeri yang teramat sangat,” jelas Syah Nadir saat ditemui di Jakarta, pekan lalu.
Baca juga: 6 Makanan yang Ampuh Usir Kram Perut saat Haid
Setelah tiga bulan tidak bisa haid, Anda tak punya pilihan lain selain memeriksakan diri ke dokter. Di rumah sakit, Anda akan menjalani pemeriksaan histeroskopi, yakni tindakan medis untuk memperoleh gambar kondisi terkini lapisan dinding rahim.
Jika rumah sakit yang Anda datangi tidak punya fasilitas untuk menerapkan histeroskopi, mintalah untuk menjalani pemeriksaan histerosalpingografi (HSG) yakni pemeriksaan sinar X dengan menggunakan cairan kontras yang dimasukkan ke rongga rahim dan saluran telur untuk memperoleh gambar terkait kondisi kesehatan rahim Anda.
Syah Nadir melanjutkan jika tidak memungkinkan untuk menjalani HSG atau histeroskopi, paling tidak lakukan pemeriksaan USG transvaginal yakni memasukkan alat USG sampai pintu rahim melalui vagina. "Kasus tidak bisa haid setelah menjalani kuretase mencapai 10 sampai 12 persen dari seluruh pasien kuretase. Ini tidak ada kaitannya dengan pola makan pasien. Menjaga pola makan itu disarankan untuk semua orang, tidak harus pasien kuretase,” ujarnya.
Baca juga: Beda Haid pada Umur 20, 30, dan 40 Tahun
Penyebab kedua perempuan tidak bisa haid adalah agenesis vagina, yakni kelainan bawaan karena organ reproduksi wanita tidak berkembang sebagaimana mestinya. Namun, kelainan ini jarang terjadi. Syah Nadir Chan menjelaskan populasi perempuan dengan agenesis vagina hanya 3 persen dari total populasi perempuan di seluruh dunia.
Sampai sekarang, tidak diketahui penyebab pastinya. Agenesis vagina tidak memiliki gejala spesifik seperti penyakit menular pada umumnya. “Gejalanya tidak bisa haid. Perempuan berusia 9 sampai 12 tahun mestinya sudah haid. Kalau tidak haid, Anda harus curiga. Saat diperiksa, ternyata ia hanya memiliki saluran kencing tapi tidak punya vagina, rahim, dan pintu rahim. Banyak perempuan yang tidak menyadari bahwa ia tidak punya vagina mengingat tampilan luar organ intimnya tampak wajar,” ujar Syah Nadir.
Agenesis vagina terbilang kasus langka. Informasi yang jernih terkait kasus ini jarang diketahui khalayak. Akibatnya, kerap terjadi salah kaprah seputar agenesis vagina. Banyak yang menuding, perempuan dengan agenesis vagina bukan perempuan tulen. Ada pula yang menyebut agenesis vagina menyebabkan kemandulan.
Baca juga: Ladies, Perhatikan 5 Hal Ini Saat Sedang Haid
“Apakah ini penyebab kemandulan? Bukan. Yang namanya enggak punya vagina otomatis enggak bisa punya anak. Tampak luar, ia tetap punya organ intim hanya di dalamnya bermasalah. Vagina bisa dibuat tapi rahim belum bisa. Yang saya dengar, para dokter saat ini terus meneliti dan menjajaki kemungkinan transplantasi rahim menggunakan rahim orang lain. Sayangnya, kemajuan penelitian ini masih jauh dari harapan. Secara genetik, penderita agenesis vagina perempuan tulen. Organ kewanitaan lainnya seperti payudara, tetap ada,” ujar Syah Nadir.