TEMPO.CO, Jakarta - Pada tanggal 8 Maret 1910, para buruh dan pekerja perempuan di pabrik bersama aktivis-aktivis perempuan dengan semangat membawa isu perempuan di seluruh dunia. Semangat yang sama itu terlihat di Parade Juang Perempuan Indonesia dalam rangka Hari Perempuan Internasional yang digelar Kamis, 8 Maret 2018, di Jakarta.
Parade yang melibatkan 60 organisasi ini membawa berbagai isu perempuan di Indonesia. Menurut Humas Parade Juang Perempuan Indonesia, Luviana, ada sekitar 421 kebijakan di Indonesia yang diskriminatif terhadap perempuan. Misalnya, mengatur tubuh perempuan, meminggirkan kelompok perempuan, dan juga kelompok Lesbian, Biseksual dan Transgender (LBT).
Baca juga: Hari Perempuan Internasional, Ini Harapan Jurnalis Luviana
Indonesia bahkan belum memiliki perlindungan hukum untuk mengatasi kerentanan perempuan dari tindak kekerasan, eksploitasi kerja hingga perbudakan modern. “Kita menolak kebijakan-kebijakan yang tidak pro perempuan,” ujar Luviana, saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Kamis 8 Maret 2018.
Massa Parade Juang Perempuan Indonesia saat melakukan damai memperingati Hari Perempuan Internasional di depan Gedung DPR RI, Jakarta, 8 Maret 2018. Aksi damainini terdiri 69 organisasi itu berasal dari elemen buruh, kelompok masyarakat nelayan, petani, penghayat pemberdayaan, difabel, dan korban kekerasan HAM serta kelompok marjinal lainnya. TEMPO/Subekti.
Terutama perempuan yang mengalami kekerasan seksual. Negara merespons isu kekerasan seksual hanya saat kekerasan tersebut terjadi, jadi tidak menyelesaikan akan masalah secara tuntas. Luviana menambahkan perempuan sebenarnya harus mendorong Negara untuk menyediakan upaya pencegahan dan penanganan sekaligus, karena banyak perempuan yang tidak tahu mengenai peraturan diskriminatif ini.
“Ada 69 kelompok perempuan dan kelompok demokrasi yang datang hari ini. Ini kelompok yang prihatin dengan kebijakan-kebijakan yang tidak pro perempuan. Dan mendukung kebijakan-kebijakan yang kita mau advokasi untuk perempuan,” ujar Luviana.