TEMPO.CO, Jakarta - Sampah kantong semen biasanya berakhir di tempat sampah. Namun di tangan Vania Santoso, kantong semen yang tebal dan kasar itu bisa menjadi tas yang cantik dan terkesan klasik. Vania Santoso, yang merupakan Co Founder Startic, mengatakan awalnya orang yang melihat mengira tas itu terbuat dari kulit.
"Memang kami bikin mirip kulit dan orang mulai tertarik mengetahui kemudian menggunakannya," kata Vania Santoso dalam acara Love Earth di Komunal 88, Jakarta Selatan. Vania Santoso adalah aktivis lingkungan sejak 2005. Saat itu, Vania masih duduk di sekolah menengah pertama dan dua tahun kemudian dia termotivasi mendanai proyek sosial tentang pemberdayaan masyarakat khususnya manajemen sampah melalui Startic.
Startic mengusung tema Artistic Eco-Fashion yang mengkombinasikan produk daur ulang, yaitu kantong semen dengan kain etnik Nusantara dan kulit sapi. Bahan-bahan tersebut diolah hingga menjadi tas. Vania Santoso memilih kantong semen sebagai bahan dasar pembuatan tas karena sifatnya paling unik ketimbang bahan lainnya dan hasil akhir yang bagus.
Cofounder Startic, Vania Santoso dalam Acara Love Earth di Komunal 88, Jakarta Selatan. TEMPO | Astria Putri Nurmaya
Vania Santoso menjelaskan, kendati setiap kantong semen melalui proses pengolahan yang sama, tapi hasil akhir atau motif abstrak yang keluar bisa berbeda-beda. "Di situlah keunikannya," ucap dia. Selain itu, kantong semen terbilang kuat karena membungkus puluhan kilogram bubuk semen.
Supaya kantong semen tahan air dan lebih kuat, Vania Santoso melakukan uji coba terhadap tas buatannya. Pengetesan misalnya dengan mengisi tas dengan beras sampai beban maksimal. Untuk menambah kekuatan tali tas sekaligus ramah lingkungan, Vania Santoso mengkombinasikan bahan kantong semen dengan kulit sapi. "Jadi ada nilai seni sekaligus fungsi," ujarnya. Harga tas dari kantong semen ini bervariasi, dari Rp 90 ribu sampai Rp 700 ribu.