TEMPO.CO, Jakarta - Semakin berkembangnya teknologi, tenaga kerja di industri sains, teknologi, mesin, dan matematika (STEM) semakin dibutuhkan. Sayangnya, jumlah perempuan yang tertarik dengan industri tersebut masih kurang. Hal ini berdampak pada produktivitas perusahaan dan ekonomi negara.
Salah satu alasan rendahnya tingkat partisipasi perempuan dalam industri STEM adalah persepsi lingkungan kerja yang didominasi oleh laki-laki. Selain itu, karena dianggap pekerjaan fisik menjadi pertimbangan untuk memilih pekerjaan dalam industri ini.
Menurut Wakil Ketua Women Empowerment dari KADIN Indonesia, Nita Yudhi, hanya 20 persen dari seluruh dunia yang tertarik bekerja di industri STEM. "Padahal perempuan yang mengambil mata kuliah STEM memiliki karir yang cukup bagus,” ujarnya, di Grand Sahid Jaya Hotel, Jakarta, Kamis 22 Februari 2018.
Baca juga: Jadi Wanita Karier Boleh Saja,Tapi Jangan Lupa Peran di Rumah
Ilustrasi wanita pekerja. Shutterstock.com
Baca juga: 4 Bidang Kerja yang 'Dikuasai' Perempuan
Hal senada juga dikemukakan CEO PT. Bubu Kreasi Perdana, Shinta Dhanuwardoyo. Padahal banyak programmer perempuan yang hasil kerjanya lebih baik dibanding programmer laki-laki. "Tapi sayangnya tidak banyak perempuan yang melamar menjadi programmer,” ujarnya.
Berdasarkan hasil riset dari BOI Reseacrh Services menghilangkan diskriminasi pada pekerja perempuan dapat meningkatkan produktivitas sebesar 40 persen. Perempuan yang mendapat gelar terkait STEM memiliki kemungkinan kecil mengejar karir di industri STEM bila dibandingkan dengan laki-laki. Walaupun banyak perempuan yang studi di industri STEM yang memiliki nilai akademis relatif sangat baik.
Baca juga: Eksekutif Perempuan Beberkan Kebutuhan Ibu dalam Mengejar Karier
Banyak perempuan yang tertarik dengan dunia STEM sejak usia dini, sekitar 11-12 tahun. Namun sayangnya, setelah berusia 15 tahun ketertarikan STEM semakin menurun.