TEMPO.CO, Jakarta - Berbagai masalah dalam rumah tangga dan ketidakcocokan kerap membuat pasangan suami istri ribut. Jika kondisi ini dibiarkan berlarut-larut tanpa solusi, bukan tidak mungkin biduk rumah tangga terancam dan berujung pada perceraian.
Baca juga:
Suami Istri Bertengkar, Siapa yang Bisa Jadi Penengah Terbaik
Psikolog keluarga Ajeng Raviando dari Teman Hati Konseling menjelaskan, cekcok suami istri bisa terjadi akibat individu yang kurang mengenal karakter diri sendiri dan pasangan sebelum menikah. Akibatnya, kebutuhan pribadi dan pasangan tidak terpenuhi. "Masing-masing pihak kurang mempersiapkan kematangan diri dan baru menyadari ketidakcocokkan setelah menikah. Padahal menikah itu butuh kematangan psikologis," kata Ajeng kepada Bintang.
Solusinya, setiap pasangan harus punya kemampuan mengomunikasikan kebutuhannya masing-masing. Sebelum menyampaikan kebutuhan diri, pasangan harus menyadari kelebihan dan kekurangan diri dan pasangannya. Ajeng mencontohkan, terkadang suatu kualitas yang awalnya dianggap sebagai kelebihan pasangan justru menjadi kekurangan setelah menikah. "Misalnya, pasangan sangat perhatian ketika pacaran, sering bertanya sudah makan belum, dan lainnya. Setelah menikah, sikap perhatian ini malah dianggap mengganggu," ujar Ajeng.
Ilustrasi pasangan bertengkar. Shutterstock
Perubahan peran dalam rumah tangga juga bisa memicu konflik. Contoh, pasangan yang berjiwa petualang. Ketika punya anak, perannya bertambah menjadi seorang ayah atau ibu. Maka kualitas yang dimilikinya turut berubah. Menurut Ajeng, berbagai perubahan ini wajib disadari dan diterima masing-masing pihak. "Terkadang salah satu pihak merasa pasangannya telah berubah dan tidak sama seperti sebelumnya. Tapi memang sepanjang hubungan justru orang itu terus berubah," kata Ajeng.
Setiap pasangan juga harus sadar tidak ada orang yang benar-benar cocok. Dengan begitu, toleransi sangat dibutuhkan. Artinya, menyadari kebutuhan pasangan dan mengesampingkan ego diri sendiri. Setelah itu, melakukan kompromi dengan mempertimbangkan kebutuhan masingmasing. "Ketika berkonflik, ingat pasangan itu kita yang milih sendiri, ada rasa tanggung jawab atas pilihan sendiri," ucap Ajeng.