TEMPO.CO, Jakarta - Konflik pascamelahirkan yang dihadapi seorang ibu muda bukan hanya soal beradaptasi dengan peran baru menjadi ibu. Masih ada beberapa masalah yang potensial timbul dan membebani pemikiran ibu baru, salah satunya adalah konflik akibat perbedaan pendapat dengan orang tua.
Tak dipungkiri, perubahan zaman dan kemajuan teknologi digital juga ikut memberi nuansa dalam pemikiran maupun pola asuh orang tua masa kini. Informasi pada era digital yang semakin mudah didapatkan, baik dari dalam maupun luar negeri, tren parenting yang terus diperbarui, hingga berbagai temuan baru yang mematahkan mitos-mitos lama merawat anak, pada akhirnya turut menyumbang terbentuknya gaya pengasuhan orang tua milenial.
Baca Juga:
Di sisi lain, masih banyak orang tua dari ibu-ibu milenial yang tetap mempercayai gaya pengasuhan era sebelumnya karena telah sukses mempraktekkannya sendiri. Perbedaan inilah yang kemudian berpotensi memicu konflik pascamelahirkan terhadap para ibu baru.
“Kadang-kadang, konflik dengan orang tua sendiri justru lebih banyak timbul, terutama saat kita sudah menjadi ibu. Misalnya, saat orang tua masih pro mitos, meminta kita menerapkan pola asuh yang berbeda dengan keinginan kita, dan sebagainya,” ungkap Vendryana, seorang ibu baru dan juga influencer dan pendiri dari Dearmoms.id.
Selain persoalan perbedaan yang kerap terjadi, masa-masa setelah melahirkan juga menjadi periode yang rawan membuat suasana hati ibu terganggu. Diakui Vendryana, dirinya telah mengalami hal tersebut sehingga kerap menjadi lebih sensitif menghadapi orang lain, termasuk orang tua sendiri.
“Memang, saat menjadi ibu, aku merasa jadi lebih sensitif sama orang-orang yang ‘terlalu peduli’ sama anakku, bahkan sama mamaku. Kadang kami terlibat cekcok karena perbedaan pemikiran mama dan aku. Tapi untungnya, mamaku termasuk ibu yang terbuka pikirannya,” ujar Vendryana saat mengenang kembali saat-saat setelah melahirkan putra pertamanya, Benzivar Zayka Mavendra.
Perbedaan yang rentan menimbulkan konflik ibu-anak ini bila tak dikelola dengan baik dapat menimbulkan keretakan hubungan keluarga yang berkelanjutan. Oleh karena itulah, ibu baru perlu pintar-pintar menghadapi perbedaan dengan orang tua, serta bijak mengelola konflik pascamelahirkan yang disebabkan oleh gap generasi tersebut.
Baca juga:
Cegah Stunting, Kuncinya di 1000 Hari Pertama Kehidupan
Anak Sering Sarapan Sereal, Waspadai Bibit Diabetes
Anak Kurang Gizi, Waspadai Dampak Psikologisnya
Menanggapi hal ini, psikolog TigaGenerasi, Inez Kristanti, M.Psi, memberikan beberapa penjelasan dan solusi agar konflik pascamelahirkan tak menjadi perselisihan yang berkepanjangan.
“Perubahan mood di 1-2 minggu pascamelahirkan memang umum terjadi pada kaum wanita. Sekitar tujuh puluh persen ibu, mengalami postpartum blues. Bila perasaan ini ditambah dengan tanggung jawab baru menjadi ibu, bukan tak mungkin akan membuat ibu baru menjadi lebih sensitif. Salah satunya, ketika menghadapi orang tua atau mertua yang memiliki cara tersendiri dalam merawat bayi,” jelas Inez.
Oleh karena itu, ada beberapa hal yang bisa dilakukan ibu baru ketika menghadapi konflik pascamelahirkan, di antaranya:
- Pahami bahwa baik ibu maupun sang nenek memiliki tujuan dan maksud yang baik demi si kecil, sehingga tidak perlu menanggapi perbedaan dengan rasa permusuhan.
- Komunikasikan perbedaan dan cari kesepakatan dalam pengasuhan anak.
- Tetap izinkan sang nenek terlibat dalam pengasuhan dan perawatan si cucu. Namun sepakati bersama, sejauh mana nenek boleh terlibat dan hal-hal apa yang akan dilakukan dengan “cara ibu” sendiri.
- Jika yang berbeda adalah soal teknis merawat anak, misalnya nenek mempercayai mitos ASI atau MPASI tertentu tapi ibu tidak ingin menjalaninya, ibu bisa menyiapkan data pendukung untuk menjelaskan alasan memilih pengasuhan gaya ibu sendiri. Dan jangan lupa, sampaikan semua ini dengan sopan dan kepala dingin.
“Kadang-kadang, kehadiran cucu bagi seorang nenek di usia senja ibarat sesuatu yang mengembalikan makna hidup mereka. Jadi, wajar kalau mereka mau memberikan perhatian yang besar dan terbaik untuk cucunya,” pesan Inez kepada para ibu muda agar lebih bersimpati pada ibu-ibu mereka yang memiliki alasan sendiri untuk terlibat dalam perawatan si buah hati.