TEMPO.CO, Jakarta - Mengetahui ada sel kanker yang bersarang di payudara membuat hidup seolah tak punya hari esok. Vonis mengidap kanker ganas yang disampaikan dokter pada April 2012 membuat Endri Kurniawati berpikir maut rasanya begitu dekat dan seolah tak ada yang bisa mengubahnya.
Baca juga:
Memahami 4 Tahap Perjalanan Kanker Payudara
Kanker Payudara Stadium Nol Adakah Gejalanya
Ketahui 5 Kelompok Risiko Tinggi Menderita Kanker Payudara
"Saat itu juga saya dipaksa menghadapi kematian yang tiba - tiba. Mempersiapkan kematian dalam waktu yang pendek seperti diputus mati di pengadilan," kata Endri saat peluncuran buku Kehidupan Kedua ddi acara #TempoMediaWeek di Gedung Perpustakaan Nasional, Jakarta, Minggu 26 November 207. "Saya sampai membayangkan bagaimana nanti di dalam tanah. Saya berpikir apa yang harus dipersiapkan dalam waktu yang pendek."
Endri menjelaskan, ketika seseorang divonis mengidap kanker, maka dia harus memutuskan langkah apa yang mesti diambil berbekal informasi yang diterima. Celakanya, bagaimana jika penderita kanker ini menangkap informasi yang salah, mengingat hoax ada di mana - mana.
Informasi yang patut diwaspadai misalnya ada yang menyatakan mampu memindahkan penyakit ke binatang, ada baju antikanker, dan berbagai metode pengobatan alternatif, selain yang medis. "Hoax tentang kanker efeknya sangat fatal. Orang yang percaya kemudian mengikuti cara yang salah itu, tapi di saat yang sama sel - sel kanker dalam tubuhnya sudah menyebar," ujar wartawan Tempo ini. "Ada banyak informasi tentang pengobatan kanker. Jangan asal percaya."
Endri memutuskan mengambil jalan medis dan dibantu dengan pengobatan herbal. Dia menjalani operasi mastektomi, melakukan kemoterapi, rutin minum obat, dan mengecek kondisi kesehatan. Selain itu, Endri rajin minum rebusan daun sirsak setelah sebelumnya menelisik berbagai penelitian tentang manfaat dan mewawancarai ahli di bidangnya.
Melalui buku Kehidupan Kedua, Endri berharap bacaan ini dapat menemani para penderita kanker dalam menghadapi tahapan - tahapannya, bagi pendamping, dan dokter yang terkadang hanya melihat pasien dari sisi medis, ketimbang psikis. "Padahal kondisi psikis adalah yang paling menentukan keberhasilan semuanya," kata Endri. Kondisi psikis-lah yang membuat orang memutuskan apakah dia akan pergi ke dokter, bukan dukun, dan apakah dia akan menyembunyikan penyakitnya atau berani bicara terbuka dan sehingga mendapat dukungan dari keluarga, teman - teman, dan lingkungan sekitarnya.
Pada kesempatan yang sana, Ketua Pengelola Rumah Singgah Yayasan Kanker Payudara Indonesia ( YKPI ), Nani Firmansyah mengingatkan agar setiap orang - baik laki - laki maupun perempuan, mengecek kondisi payudara mereka. "Paling mudah lakukan setiap kali mandi," ujarnya. Waspadai jika ada benjolan sekecil apapun, puting masuk ke dalam, atau terjadi perubahan warna kulit pada payudara. "Jangan abaikan gejala sekecil apapun dan jangan takut berobat. Karena semakin awal diketahui, maka kemungkinan sembuh lebih besar," ujarnya.
Jika dulu pasien kanker payudara biasanya perempuan berusia 30-an tahun, sekarang, Nani melanjutkan, pasien kanker payudara termuda yang dia ketahui berusia 12 tahun. Angka penderita kanker payudara juga meningkat dari 5.207 penderita di tahun 2004, menjadi 61.662 orang pada 2013.